21/08/16

Mata Kucing








Hola, apa kabar? Kalian pasti mikir deh ini anak kenapa sih satu dari tadi ngeposting blog terus? Bukan, ini byukan karena gue mau sok pamer sumpah! Gue nulisnya di hari yang berbeda-beda, tapi apa daya di desa gue gak ada sinyal internet. *sinyal telepon aja kudu gantung hp dulu di jendela rumah atau kalau mau full kudu cari-cari dulu sinyal di pantai sambil merelakan badan digigitin agas. :(

Oke gak seperti cerita sebelumnya tentang buah yang gue review, iya kalau kemarin sih emang guenya aja yang bego. Hahaha. Kali ini gue beneran mau me-review buah yang belum pernah gue makan seumur-umur hidup gue. Gue tau itu buah aja dari tangan anak murid gue yang ketika itu sadar dengan muka  yang mupeng dan kepo. Buah itu bernama mata kucing. Tiba-tiba pikiran gue melayang pada minuman khas Negara tentangga *Singapore atau Malaysia ya?* itu loh air mata kucing. Percaya lah itu gak ada hubungannya sama sekali. :P 

Oke gue akan berusaha mendeskripsikan berdasarkan indera pengelihatan, peraba dan pengecah gue. Caelah, gue sok-sokan bahas seperti asisten dosen teknologi sensori pangan. *masalah  mantan asdos aja gak bisa move on apalagi masalah hati?* #eaaa * gue nangis dipojokan* *oke lupakan, gue emang lebai* :P 
 
                Bentuk buah mata kucing ini kecil-kecil. Kalau dilihat secara dekat buah ini sekilas buah kelengkeng. Batangnya yang tipis, kulit buah kuning keemasan dan memiliki alur berbulir-bulir kecoklatan. Kulitnya juga setipis buah kelengkeng Semuanya persis! Bedanya buah ini memiliki anak bunga pada setiap buahnya. 
Anak Bunga
                Gue yang kepo dengan rasanya kemudian berusaha membuka buah ini. Buah ini cukup sulit dibuka, bukan karena kulit buah tebal mungkin karena buahnya yang berukuran kecil. Sekarang gue memperkirakan kenapa anak-anak menyebutnya mata kucing. Daging buahnya tipis bewarna putih transparan dengan bijinya yang terlihat jelas, persis seperti mata anak kucing. 


Setelah gue sibuk menilai dari indera pengelihatah dan indera peraba, kali ini gue akan mencoba mendefinisikan dengan indera perasa gue. Rasa buah ini manis, lembut, juicy, mirip buah kelengkeng. Lebih mirip dengan rasa buah matoa. Secara keseluruhan gue bisa menyamakan buah ini dengan kuaci. Kenapa kuaci? Ya karena buah ini enak buat dimakan tapi sulit untuk dimakan. Butuh perjuangan untuk membukanya yang isinya hanya secuil. Hahaha :P 

Demikan lah hasil review gue yang absurd itu. :P

Berburu Rambutan Sepuluh Ribu





Ini cerita tentang kepulangan gue ke rumah ke tiga. Iya, Natuna. sebenarnya masih belum ingin kembali ke sini. Bukan, bukan karena gue gak suka dengan keadaan di sini. Cuma… Cuma… ya 12 hari kembali ke tempat-tempat di masa lalu, bertemu dengan orang tersayang, berbagi mimpi yang dulu pernah digoreskan bersama, rasanya belum cukup untuk kembali menyendiri. Bukan pula karena di Natuna gue gak punya teman, tapi apa ya? Kadang kala gue merasa asing dengan bahasa daerah di ini. Gue seolah gak bisa menjadi diri sendiri menggunakan bahasa sehari-hari gue. Contohnya mana pernah gue mengucapkan kata “gue” di sini. *ups, ini kenapa gue jadi curhat ya?* bhahaha
Oke, lanjut cerita kembali ke Natuna, gue disambut mbok-mbok jamu bernama jeng Fenty *tiba-tiba dimutilasi sama fenty* :P Fenty ini adalah salah satu pengajar muda yang ditempatkan di Natuna *Cie, Fenty eksis di blog gue, cie* :P Selain disambut turis jepang ini, gue juga disambut oleh aroma durian di sepanjang jalan pulang, dan mata  gue disuguhkan pemandangan menggelantung buah manggis, rambutan dan beberapa buah tropis lainnya. Ternyata kepulangan saya kali ini ke Natuna memasuki musim buah yang cukup melimpah. Setelah selama hampir 8 bulan gue hanya dapat menelan buah pisang dan semangka. Kali ini banyak buah yang dapat gue makan. Iyey! Rezeki anak solehah! :D tau aja, gue ini emang pecinta buah-buahan. Pecinta kamu juga kok. Iya, kamu yang masih niat baca tulisan aku. #eaaaa
Baru sehari kembali gue udah rindu untuk mengajar *Cih, gue lagi pencitraan abis cuti 12 hari*, sayangnya hari Jumat kala itu digunakan untuk latihan persiapan jamboree Hut ke-55 pramuka. *padahal gue seneng karena belum buat RPP :P* di sekolah anak murid membawakan rambutan untuk guru-guru. Rambutan ini punya Sela ternyata. Salah satu murid kesayangan gue di kelas 5. Anaknya cantik tapi hobinya merengut kalau sudah disuguhkan pelajaran matematika. Alhamdulillahnya doi selalu dapat nilai bagus di pelajaran matematika. Hehehe.
Singkat cerita Kak Dev *host fam gue* ngajakin gue selepas solat jumat untuk beli rambutan ke rumah Sela. Tak tanggung-tanggung gue diiming-imingi harga sekilo rambutan Cuma 10 ribu, siapa juga yang gak ingin. Sekitar jam dua siang gue dan Kak Dev sampai di rumah Sela, kami disuruh duduk di teras rumah oleh ayah Sela. Cukup lama menunggu, kami sambil bercerita tentang Sela di sekolah hingga tentang panen rambutan yang kali ini tidak begitu bagus karena banyak yang busuk.
Giliran gue yang syok ketika digiring ke kebun Rambutan oleh kakaknya Sela. Ternyata rambutannya dipetik sendiri-diri sudara-saudara! Eit, tapi ini pengalaman yang cukup menarik. Gue seolah mengulang masa kecil gue di kebun belakang rumah datuk dan oma. Rumah yang sekarang sudah dijual dan dijadikan rumah makan. Tidak seperti di rumah datuk dan oma dulu, pohong rambutan milik Sela ini cukup banyak dan pohonnnya kecil-kecil, sehingga cukup mudah untuk di petik langsung, atau dipanjat. Ah, sungguh mengingatkan masa lalu gue yang suka manjat. Hahaha.
Awalnya masih berusaha memakai galah, lama-lama kewalahan untuk mendapatkan yang merah-merah, dengan modal nekat Kak Dev manjat pohon. Padahal doi pakai baju kurung long dress.  Gue sekarang telah menjadi bundadari ayu nan lemah gemulai, tentunya hanya duduk bersimpuh mengambil rambutan yang telah jatuh sehabis dipetik Kak Dev. *Percayalah, ini beneran kebon jadi gak mungkin gue bisa duduk berisimpuh. :P *
Di tengah gue asik memunguti, gue mendongak ke atas
 dan jengjeng…
Kejadian horror itu terjadi. Gue melihat surga dunia bagi para lelaki. Sayanganya gue bukan berjenis kelamin laki-laki dan pemandangan itu cukup membuat gue trauma. Lama gue mematung, menetralisir keadaan, memastikan apa yang sebenarnya gue lihat. *
 “Han, buah rambutan yang ini tolong dipetik dong!” Kak Dev, menjetik mengembalikan gue ke dunia nyata atas rasa trauma yang baru saja gue lihat.
“I-iya Kak! Sebentar..” ucap gue.
Ini pengalaman gue saat memetik rambutan di Natuna, kalau kamu? :P

Nasib si Raksasa





Oke kali ini gue mau curhat. Beneran ini mah curhat, kalau gak mau dibaca tolong di skip aja daripada bawaannya jadi benci sama gue. :P Tuh, kamu-kamu yang cepet mau move on dari gue baca tulisan ini aja. *Ini apa? Hani lagi pencitraan banyak yang naksir doi. Bentar lagi blog ini di set as spam nih sama orang-orang. bahahaha*
Jadi ini bermulai dari kepulangan gue ke Natuna. baru sampai sudah ditembak untuk ikutan lomba jalan sehat. Gue sih iya-iya aja gue pikir jalan sehat ya jalan aja. Titik. Tapi ternyata jalan santai plus baris-berbaris. Meski dari jaman gue SD sudah diajarkan saat pramuka, tetap aja gue paling tidak bisa baris-berbaris.
Sialnya lagi adalah gue berbadan tinggi besar macem raksasa. Jadilah gue selalu berada dibarisan terdepan yang artinya kalau gue melakukan kesalahan, matilah kau, Han! Gue ini gak bisa baris-berbaris catet ya saudara-saudara, tolong dicatat. Biar nanti suatu hari gak ada yang ngajakin lomba yang berbau baris-baris lagi. Bhahaha.
 Kesel kadang, dari jaman SMA sampai detik ini kalau ada lomba paskibra, gue pasti kena sebagai pelengkap padahal ikutan ekstrakulikuler paskibra aja engga. Tiap ada pemilihan ke kelas-kelas mencari pelengkap tim paskibra SMA, gue selalu sengaja membungkukan badan gue sebisa gue dan selama itu pula gue selalu kepilih. #Damn
Gue kadang suka meruntuki diri gue waktu kecil yang sempat bercita-cita ingin memiliki tinggi 200 Cm atau dengan kata lain 2 meter. Masih ada dalam memory gue, dulu gue suka pura-pura sakit hanya demi bisa nimbang tinggi badan di rumah sakit, sambil harap-harap cemas bisa bertambah 1-2 Cm. dan sekarang? Percayalah gue menyesal. L
Sebenarnya tinggi badan gue normal-normal saja untuk ukuran cewe luar negri. Tinggi gue hanya 167 Cm, kok! Normalkan? Tapi di Indonesia tinggi segitu sudah cukup bombastis. Pernah beberapa kali harus patah hati karena kecengan lebih pendek daripada gue, walau pada akhirnya gue sempat pacaran sama cowo yang tinggiinya hanya 156 Cm. :P
Kalau menurutmu menjadi orang tinggi itu mengasikkan tidak juga. Kamu bahkan selalu dimaki-maki orang kalau pake heels meskipun hanya 3Cm. Demi Tuhan, gue gak pernah membeda-bedakan orang berbadan pendek dan tinggi, gue bahkan sering gak sadar kebanyakan temen gue lebih pendek daripada gue.  Gue merasa tinggi gue sama dengan mereka. Sampai suatu hari ada seorang temen sekelompok gue saat pelatihan survival bilang gini..
 “Hani, ternyata tinggi juga ya, gue gak mau deket-deket hani ah, Gak keliatan!” *dwaaaar sakit bu, sumpah sakit* :P
Belum lagi dulu saat di kampus. Mata gue itu silidris jadi kalau baca tulisan jauh dan kecil ya keliatan goyang. Gue yang dulu demen belajar ya mau gak mau harus duduk di depan agar bisa mencatat. Sayangnya ada beberapa temen sekelas suka terhalang sama badan gue yang tinggi. Maaf ya, guys. Sumpah kalau bisa jadi pendek gue pengen jadi pendek. Percayalah~!
Kalau bisa gue pengen seperti cewe-cewe lainnya, yang tingginya sekitar 150-160 Cm, jadi gue gak usah merasakan diskriminasi. Gue bisa pake heels setinggi 7-10 Cm. Gue bisa jatuh cinta dengan normal tanpa harus mikir apa tuh cowo mau sama gue yang tinggi, gendut kayak raksasa ini. Gue bisa gak jadi pusat perhatian orang-orang. Kadang suka jengah ketika menjadi pusat perhatian. Bukan karena gue anggun memesona, tapi karena gue yang tinggi menjulang, gendut, item, jerawatan idup pula ganggu pemandangan orang-orang. L
Im so sorry, gue hanya merasa gak percaya diri dengan bentuk tubuh gue yang,,,, ya sudahlah..

17/08/16

Si Buah Kuning



 

 
Setelah jadwal cuti 12 Hari yang padat merayap - caelah, bukan kerjaan doang ya, yang padat merayap - gue kembali lagi ke Natuna. Kebetulan banget bulan Agustus itu adalah musim panen buah. Alhamdulillah, akhirnya gue bisa makan buah juga! :’) 

Tanggal 13-14 Agustus ada acara jambore tingkat SD, SMP, SMA se-Kecamatan Bunguran Timur Laut untuk memperingati ulang tahun pramuka yang ke-55 tahun. Kebetulan jambore diadakan di Wisata Air Gunung Hiu, Desa Ceruk yang merupakan ladangnya buah-buahan. Uniknya, tenda tempat SD gue berdiri berada tepat di depan pohon manggis. Iya, manggis, itu loh yang sering ada iklannya di TV. “kulit manggis kini ada ekstraknya~~~” Begonya gue kira itu pohon kecapi. Hahaha.


Gue merasa orang paling kece sedunia ketika tau itu adalah pohon manggis. Bhahaha. Sumpah seumur-umur gue gak pernah liat pohon manggis saudara-saudara! Gue pikir kulit buah manggis itu sudah dari sananya bewarna ungu tua. Seperti salah satu mata kuliah yang pernah gue tempuh bahwa kulit buah manggis banyak mengandung kadar flavanoid - ektrak warna alami pada tumbuh-tumbuhan yang kaya akan antikoksidan - yang gue pikir berarti dari awal si kulit buah memang bewarna ungu. - Tsah, gue tiba-tiba keingetan gue pernah jadi anak pangan :P-






Ternyata kulit buah manggis itu bewarna kuning saat belum matang, dan ketika matang akan berubah warna menjadi ungu tua. Gue yang penasaran dengan si kuning kemudian tanpa izin langsung memetiknya, berusaha membuka buahnya lalu kemudian tangan gue penuh dengan getah kuning tanpa berhasil membukanya. Gue gak putus asa, gue berusaha membukanya dengan palu. Dan, tada, si kuning itu berhasil gue buka. Dengan polosnya gue coba memakan isinya. Satu detik saat dicoba si buah manggis ini hambar tanpa rasa manis atau asam, beberapa detik kemudian, Jir, PAHIT! Gue kemakan getah kuning itu buah. Sumpah lidah langsung berasa getir. L
 
 OKE, SEKIAN REVIEW LANGSUNG BUAH MANGGIS DARI WISATA AIR GUNUNG HIU, DESA CERUK. SAMPAI BERTEMU LAGI PADA EPISODE SELANJUTNYA. SALAM, HANGAT DARI BUNDADARI, MUAAAHCH. *kemudian para pembaca kena rabies* :P