Kebetulan saya mendapat tugas mengabdi selama 1 tahun di Pengadah. Timbul pertanyaan kecil saat saya sampai di Desa Pengadah, “Apa saya bisa berarti bagi orang-orang di sini?” dan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang meningkatkan rasa takut pada diri saya sendiri. Bagaimanapun rasa takut saya mulai berkembang ketika saya sulit memahami bahasa daerah setempat di awal penempatan. Jadi yang saya lakukan hanya tersenyum ketika bertemu dengan penduduk desa.
Rasa ketakutan saya semakin menjadi-jadi selama seminggu saya di sana. Menghilangkan kecanggungan saya mulai mendekati murid-murid. Tak banyak waktu dalam hitungan jam kami sepakat besok akan mandi air asin di pantai. Tak tanggung-tanggung mereka berjanji menjemput saya dan akan berjalan kaki bersama-sama menuju pantai. Rumah tempat saya tinggal sebenarnya terletak di pinggir pantai namun di Desa Pengadah ada beberapa pantai yang memang dijadikan objek wisata penduduk lokal.
![]() |
![]() |
Senyum Manis Travelis dan Vina |
![]() |
Perjalanan Menyusuri Tepi Pantai |
Keesokan harinya jam 7 pagi saya sudah dijemput beberapa murid, sambil menunggu murid-murid lainnya mereka bermain di pantai depan rumah tempat saya tinggal, kebetulan air pantai sedang surut. Mereka mencari beberapa ikan dan ketam di pinggir pantai. Tak mau kalah saya pun menhampiri mereka, membantu mereka menangkap ikan dan ketam. “Bu, Bu! Ada nyewen bu, ada nyewen! Bantu kami tangkap bu!” teriak salah seorang murid saya yang bernama Travelis. Bukannya ikut membantu saya malah sibuk melihat hewan yang mereka sebut nyewen. Bentuknya sekilas seperti lele jumbo yang berukuran panjang tapi dari kegesitannya nyewen bisa dikatakan hampir sama dengan belut. Lain halnya dengan Travelis yang ingin menangkap nyewen, Vina temen sekelasnya malah ketakutan. “bu takut nanti disengat!, nanti kaki vina bengkak!”
![]() |
Nyewen yang Sudah dibakar |
Tak lama setelah berkejar-kejaran dengan nyewen, antara ingin menangkap dan harus berhati-hati agar tidak tersengat nyewen akhirnya dapat ditangkap.
“Bu, nanti kita bakar ya bu. Hmm, nyaman loh bu. Kita kemping bu makan di pantai Jani. Nanti kita cari nganga juga ya, bu” ucap Nanda pada saya.
"Bu, song gi (ayo pergi), ke pelabuhan Jani. Lewat tepi pantai saja bu biar laju (cepat)!" ucap Wanda pada saya.
Saya kemudian menyusuri pantai menuju pelabuhan. Perjalanan cukup melelahkan karena jarak pelabuhan hampir 4 KM lewat jalur darat. Perjalanan bahkan memakan waktu hampir 2 jam, namun tidak berasa karena sambil menyusuri pantai kami sambil mencari ikan, nganga, ketam dan tentunya juga menemukan banyak bintang laut. Oh, saya akan jelaskan sedikit tentang Nganga. Nganga adalah hewan laut yang rumah bernaungnya digunakan sebagai hiasan yang dijual dipinggie pantai. Kali ini saya benar-benar lihat bentuk hewan yang tinngga di dalamnya. Nah, ini hewan yang sering disebut nganga oleh warga lokal.
![]() |
Nganga bakar |
Setelah melalui perjalan panjang, akkhirnya kami sampai dipelabuhan di sana, kami membawa bekal yang kami bawa sekaligus menyiangi hasil laut yang kami dapatkan.
![]() |
Pelabuhan Jani |
Selepas memakan bekal yang kami bawa. Perjalanan kami lanjutkan ke pantai ujung Jani. View di sana sangat eksotis menurut saya. Terlebih bagi saya yang saat ini sudah jarang sekali berlibur. Pantainya dilindungi oleh batu karang dengan warna pantai hijau tosca. Subhanallah! Tuhan, memang MAHA KUASA!
![]() |
Pantai Jani |
Saya begitu terpana ketika ternyata mereka dengan sigap ada yang membuat api, ada yang mencari kayu, ada yang mengambil nyok (kelapa) dan ada sebagain mandi air asin. Rasanya senang sekali bisa makan, bermain dan berkumpul dengan murid-murid. apalgi menyoba makan baru seperti nganga dan nyewen. Dari Sensori rasa nyewen mirip dengan lele, namun lebih kenyal. sedangkan nganga, nampaknya akan menjadi makanan kesukaan saya selanjutnya. rasanya kenyal-kenyal kya seperti cumi.
![]() |
Selamat Makan, Selamat Datang di Penagadah! :) |