17/03/14

Kita Sering Lupa untuk Bersyukur *Singapore-Tanjung Pinang-Batam Part 4*

            
Akhir-akhir ini warga Indonesia diresahkan dengan kondisi alam yang tidak dapat ditebak. Hujan terus menerus mengguyur daerah Jakarta dan Bandung dari pertengahan September lalu. Hujan sempat terhenti beberapaminggu, namun akhir-akhir ini hujan deras semakin merajarela. jika beberapa bulan yang lalu banjir hanya melanda ibukota kali ini sebagian daerah Bandung pun ikut terendam. Rumah saya sendiri yang tertetak di perbatasan Jakarta Selatan dan Tangerang Selatan tidak terkena dampak banjir. Tetapi jika ditanya apakah rumah saya ikut tergenang air maka saya dengan pasti menjawab, Ya.

Rumah yang telah saya tempati dari kecil, kini bocor di beberapa bagian. Yang paling parah adalah loteng kamar kakak saya hingga bolong dan setengah rubuh karena hujan angin yang mendera rumah saya. Semua penghuni rumah terutama orang tua saya mengeluh karena tidak punya penghasilan lebih untuk memperbaikinya. Jika keluarga saya mengeluh bagaimana dengan keluarga lain yang rumahnya benar-benar terendam banjir?

Bicara soal mengeluh, saya hanya tersenyum. Saya akui saya juga letih dengan hujan yang terus mengguyur. Tapi bukankan Tuhan menciptakan manusia bukan hanya untuk mengeluh tapi juga untuk bersyukur?

Ironisnya ketika Jakarta dan Jawa Barat terkepung oleh hujan sebagian besar wilayah Sumatra terkepung asap. Jauh sebelum kasus kebakaran hutan di Riau terdengar, sebulan lalu saya sudah di sambut oleh panasnya udara dan gersangnya tanah sertanya hitamnya pepohonan di sekitar jalan raya saat saya berkunjung ke Kepulauan Riau (Pulau Batam dan Pulau Bintan).  Eits, saya tidak sedang membicarakan Riau yang saat ini ramai dibicarakan tentang kasus kebakaran hutan yang diduga adanya oknum-oknum tertentu. Saya sedang membicarakan Kepulauan Riau! Saat itu saya baru sampai di pelabuhan nongsapura (Batam) menuju Pelabuhan pungur (Batam) untuk dapat menyeberang ke Pulau Bintan (Tanjung Pinang). Saya sempat bertanya kepada Pak Mahmud (kalau tidak salah) saal seorang supir bluebird di Batam, apakah sempat terjadi kebakaran di daerah ini. Beliau hanya tersenyum kecil, menurutnya kebakaran ini sudah biasa karena  sudah hampir dua bulan lebih Batam tidak diguyur hujan. Semakin panasnya kebaran pun sering terjadi. menurut Pak Mahmud juga api sering hidup sendiri kemudian mati ketika sudah habis membakar pohon atau tertiup angin.

Saya kala itu tidak percaya dengan pernyataan pak Mahmud sampai saya temui sendiri kejadian nyatanya di Pulau Bintan. Saat itu saya sedang perjalanan dari Tanjung Pinang menuju Pantai Trikora. Di tengah perjalan ada asap tebal yang mengepung jalanan sepi itu api kecil terus berkobar. Daerah itu cukup sepi sehingga tidak ada orang yang berlalu lalang dan tidak ada yang peduli dengan kebaran itu. Seperti Pak Mahmud bilang kebakaran itu sepertinya sudah menjadi rutinitas di sana hampir dua bulan lebih.

Pamandangan saat memasuki asap sisa kebakaran  (Dokumentasi Pribadi)

Lokasi kebakaran ini terlatak dekat dengan pantai (Dokumentasi Pribadi)


saya tak sanggup jika suatu saat nanti saya mendengar Pantai Trikora ini terbakar  (Dokumentasi Pribadi)
 

Sudah begitu haruskah saya mengeluh tentang keadaan keluarga saya ataupun tentang ibu kota yang terus di guyur hujan? Bukankah saya seharusnya bersyukur masih merasakan dinginya udara dan tumpah ruahnya air? Sementara sebagain daerah seperti kepulauan Riau kekurangan air? Bukankah saya harusnya bersyukur masih bisa bernafas dengan sehat tanpa adanya abu sisa-sisa erupsi yang harus dihirup warga di sekitar Gunung Kelud ataupun Gunung Slamet?

Well, percayalah seberapa susahnya kita saat ini, seberapa tidak mampunya kita saat ini, seharusnya kita tidak mengeluh, seharusnya kita bersyukur karena Tuhan masih memberikan karunianya yang begitu besar. Kita terkadang lupa akan hal itu dan cenderung meperbesar-besarkan keluhan sehingga karunia Tuhan yang lainnya terlupakan.     

04/03/14

Uang Menentukan Segalanya * Singapore-Tanjung Pinang-Batam PART 3*

                Yeh, lanjut lagi sama cerita yang kemaren. Yes, gue dan oknum APL+JTK sudah singgah di Singapure. Untuk antisipasi segalanya biar gak terjadi hal-hal semacam di bandara. Sesampainya di Changi airport kami langsung lanjut ke Tanah Merah menggunakan MRT untuk dapat membeli tiket ferry Singapure-Batam. Karena gue baru pertama kali ke luar negri jadi noraknya itu loh langsung keluar. Ngeliat mesin pembelian tiket otomatis aja gue takjub. Liat gimana si uang kertas dimasukin dan keluar tiket di lubang kiri atas serta uang receh kembalian dr lubang bawah. *lupakan ke norakan gue*

Sesampainya di Tanah Merah gue mesti naik bus lagi menuju Ferry Harbour. Gue lupa naik bus nomor berapa kalau gak salah sih nomor 35. Tenang aja di Singapure mah gak akan nyasar, di setiap halte ada nomor bus serta peta perjalanannya kok.. J sesampainya di pelabuhan kami menghampiri salah satu agen travel untuk membeli tiket. Bukan, bukan harga yang pertama kami bicarakan secara bisik-bisik, tapi apakah si petugas yang berbaju wanita dan berwajah lelaki itu pria atau wanita. Mukanya sangar banget, men! Melirik ke petugas lain di sampingnya atau yang ngurus administrasi di bagian dalam wajahnya semodel semua. Jangan-jangan……

Karena diantara gue dan oknum APL+JTK yang paling gak fasih berbahasa Inggris cuma oknum APL jadilah dia yang menanyakan ke mbak-mbak itu. #Dusta *percayalah oknum APL yang paling fasih* saat mbak itu menawarkan harga tiket ke Batam kami kembali syok, 25 DS/orang. Kemudian kami keluar perlahan dari agen tersebut. Gue dan oknum JTK masing-masing hanya membawa uang 72 DS sementara perkiraan penginapan  20DS perhari, kami nginep 2 hari. Terus tadi jalan naik MRT dan bus saja sudah habis seorang 4DS perorang dan ini masih hari pertama. Udah mau nangis. Masa di Singapure cm numpang tidur? :(

Kami akhirnya ke agen travel lainnya dan sepertinya memang sudah harga net, untuk ke Batam 25DS. Sementara ada perjalanan baru Singapure-Tanjung Pinang 28DS. Sempat bingung sih, soalnya Kak Mimi rumahnya di Tanjung Pinang. Tapi 3DS dengan bermodal 72DS itu sangat lumayan, percaya lah. L karena dolar Singapure kala itu lagi mahal-mahalnya 9600 rupiah, cuy! Akhirnya kami memilih naik ke Batam, dengan anggapan Kak Mimi bisa jemput di Batam.
 
          muka  lemas sehabis mengeluarkan uang 30SD dihari pertama

Kami memilih agen travel yang pertama tadi, yang petugasnya gahar-gahar itu. Karena kami gak tau apa-apa tentang Batam dan mungkin karena kami juga gak ngerti bahasa si mbal-mbak itu. Dia menggunakan bahasa Ingris-melayu, campur-capur lah pokoknya. Jadi aja pas dia bilang pembelian tiket menuju Nongsapura kami oke-oke aja.

Dengan perasaan lemas, syok tak berdaya, kami langsung menuju Bugis street tempat kami akan menginap (dan masih gak tau mau menginap di hostel/hotel mana). Bus yang membawa kami kembali ke Changi Airport penuh dengan penumpang. Maklum, waktu itu sudah sore dan matahari mulai menyingsing. Setelah menaiki bus kami kemudian naik MRT lagi menuju Bugis street.
untung kebagian tempat duduk :)

Sesampainya di sana kami kembali dibingungkan dengan tempat penginapan. Si oknum JTK dengan pedenya jalan tanpa nanya seoalah tahu jalan. Malam mulai menjelang dan hostel belum juga di temukan. Kami sudah berjalan kurang lebih 20 menit tanpa menghasilkan apapun. Gue malah kesenengan sendiri lihat durian montong besar dijual dengan harga 5DS.

“Na, durian na, durian!” ucap gue malah asik mencium bau durian yang memikat.
Iya, han. Iya! Beli ya ntar!” ucap oknum APL tak kalah semangat. “lupa kalau kita duitnya sekarat.

 Karena malam sudah menjelang, oknum APL kemudian mulai mengeluarkan ke ahliannya untuk bertanya. Mulai nanya sama orang Singapure hingga orang india. Masuk keluar mall menanyakan tempat penginapan terdekat. Gue yang sudah kelelahan memutuskan menunggu di luar mall. setelah oknum JTK dan APL kembali dan tidak membawa hasil apa-apa. Tiba-tiba gue ngelihat ke arah atas sebuah ruko di seberang jalan mall, sepertinya itu sebuah pengunapan.  Di bawahnya ruko itu penuh dengan tempat makan. Saat gue ingin memberitahukan kedua teman gue itu, ternyata di bawahnya memang bertuliskan Backpacker Cozy Corner. KAMPRET! Dari tadi nyariin ternyata tempatnya ada di depan mata namun tak terlihat.

Kami kemudian langsung saja mendatangi penginapan itu. Setelah selesai reservasi kami mendapatan kamar di lantai 3 no 33. Harga penginapan itu 20DS/ malam dengan model dormitori, kasur bertingkat dua dan sekamar untuk berempat orang. free breakfast and wifi. Karena kami cuma bertiga jadi pada hari pertama kami sekamar dengan orang Korea. Lumayan manis, putih, tinggi, sipit, rambut kriting dan coklat. Gue curiga kalau oknum NAO jadi ikut pasti dia kesemsem gila sama orang ini.


 

 

suasana malam hari di Bugis street (perayaan imlek masih terasa kental meskipun sudah lewat)


Malam harinya, setelah berbenah, mandi dan makan popmie. #sedih Kami keluar untuk jalan-jalan dan mencari penginapan di Litle India yang katanya lebih murah. Selama jalan-jalan malam ini tingkah laku si oknum JTK yang baru akhir-akhir gue kenal mulai ketahuan. *devil Laugh* . Sambil mencari juga kami sambil foto-foto di spot yang kece. karena saat itu baru beberapa minggu setelah perayaan imlek, berbagai orname-orname khas China masih banyak menghiasi jalan. Kami jalan lurus entah kemana-mana dan tidak menemukan juga tempat penginapan. Sepertinya sih kami berjalan sudah sampai daerah Litle India karena banyak orang India dan makanan India. #nahloh. Tapi kami tidak menemukan tempat penginapan. Ketemu sih, bagus kece, setingkat bintang dua mungkin. Namanya sih Backpacker apa gitu ya lupa, tapi harganya itu loh 45DS. *Die* gue gak tahu deh nasib gue 2 hari mendatang di Singapure gimana.  :(


   

tingkah laku oknum JTK mulai terungkap #kaboor



*BERSAMBUNG*








24/02/14

Flight to Flight * Singapore-Tanjung Pinang-Batam PART 2*


Ini maaf-maaf ajalah ya kalau ngebanding-bandingin maskapai penerbangan, ditulisan kali ini. Entah gue yang cupu gak pernah keluar negri entah si maskapai  M*ndal* T*ge* A** yang lebay mampus. 

Foto selfie belum pake jasa gue, masih pada malu-malu  :P

Jadi ceritanya kita berangkat jam 13.05 penerbangan jkt-sgp. Jam 12 kurang kita sudah nyampe, sudah tukerin tiket keberangkatan, sudah mau check in ke ruang tunggu. Pas chek-in pihak M*ndal* T*ge* A** yang menangani check-in ini cukup rese. Dia mulai melihat pasport gue dan oknum APL + JTK. Menanyakan mau apa kita ke Singapore *demi apa yah, ini orang tuh bukan petugas imigrasi, kenapa rese banget!* kurang lebih seperti ini percakapannya, *mungkin rada beda dari aslinya, gue sedikit lupa ingatan* :p  :
“Mau menginap dimana?”
“Cozy corner,"' gue asal jawab dari laman web yang gue buka, sesungguhnya kita belum nyari-nyari hotel di sana.
“ Berapa hari di sana?”
“3 hari,” jawab oknum APL.
“sudah punya tiket pulang? Tiket pulangnya bisa ditunjukin?”
“Udah reservasi online, maskapai g*ruda, Batam-jakarta. Belum di print,” jawab oknum APL lagi.
“Loh kok Batam?”
“Iya kita ada urusan keluarga dulu di Batam, kita belum pernah ke Batam, kan Batam dekat dengan singapore makannya kita sekalian jalan-jalan,”
            “Ke batamnya naik apa?” ß ini rasanya pengen gue giles, dari jaman dulu juga satu-satunya jalan dari Singapore ke Batam ya by ferry.
“Kapal.” jawab APL.
“Wah, gimana ya? Biasanya orang asing yang stay di Singapore harus pulang-pergi flight to flight atau ferry by ferry.  Bawa uang berapa?”
“250 USD cash, untuk bertiga,” jawab APL.
“Cuma segitu? Punya uang lain?” ß Anjir, gue udah makin males ngedengerinnya. Berasa tajir banget sih mas-mas check-in ini? kalau tajir ngapain kerja jadi mas-mas check-in, bang? *gue emosi jiwa banget, soalnya baru hari pertama datang bulan waktu itu.
“Saya ada, dua setengah juta di ATM ,” jawab gue mulai emosi.
 "Wah, gimana nih, Pak?"  ucap mas-mas ini nanya ke petugas check-in sebelahnya.
Beberapa saat kemudian kita dioper ke mas-mas sebelahnya ini. Orangnya lebih tua. Lebih bijaksana KELIHATANNYA, teuing aslina mah!
Terjadilah percakapan yang cukup panjang. Intinya sekarang banyak TKI yang pulang lewat batam, bukan ke jakarta lagi. Terus banyak pemeriksaan dari imigrasi di sana. Terus kalau gak bisa jawab dll, kita bakal di tahan dan harus punya uang tunjang 5 juta perorang. Dan maskapai yang satu ini gak mau repot, yang otomatis gak mau ngeberangkatin kita ke sana. SUMPAH MAU GUE GARUK MUKA MAS-MAS ini. 
Percakapan terjadi lagi dan kita bilang sekali lagi kalau kita pulang naik G*ruda dan si mas-mas ini baru ngeh, kalau kita intinya mah pulang naik pesawat juga. Akhirnya kita dibolehin terbang dengan syarat si tiket G*ruda sudah di print, dan mas-mas ini gak kasih solusi untuk ngeprint di mana, kita cuma di suruh tanya di ruang informasi. KAMPRET emang! Masalahnya maskapai ini ada di terminal 3 dan maskapai G*ruda ada di terminal 2. Jadilah kita harus ngeprint ke terminal 2 dengan waktu keberangkatan kurang dari 1 jam.

PERCAYA LAH SAUDARA-SAUDARA PERCAKAPAN DI ATAS SEHARUSNYA DI TANYAKAN PIHAK IMIGRASI BUKAN PIHAK MASKAPAI PENERBANGAN.

 Bingung karena waktu tinggal 1 jam kurang. Gue dan oknum APL lari-larian ke halaman Terminal 3, sementara oknum JTK menunggu di terminal 3. Tadinya si oknum APL udah mau naik taksi. Terus pas keluar halaman ketemu bus kuning gratisan. Yaudalah lah kita akhirnya naik itu. Yang tadinya gue dan oknum APL udah kebelet pipis jadi gak peduli lagi. Rute bus ini pertama ke terminal 1 yang notabene terdiri dari gate A sampai D. Betenya setiap gate si bapak supir berhenti sekitar 3-5 menit. Belum lagi terminal 2 itu kan terdiri dari gate A sampai F. Matilah, ini mah gak akan keburu landing dengan pesawat yang kita pesan. Mana si bapak supir sempat-sempatnya ke tolilet dulu. Ya Tuhan dosa apa hambaMu ini?
Sampai di terminal 2 C gue dan oknum APL memutuskan untuk turun dan berlarian menuju tempat tiket g*ruda. Gak sampe 5 menit tiket kepulangan berhasil di print. Belum selesai sampai di situ pihak maskapai M*ndal* T*ge* A** akhirnya telepon-teleponin gue, karena waktu itu gue yang pesan tiket. Gue kesel banget sumpah, mereka tidak berbicara bahasa baku dan terkesan menggunakan bahasa yang nyeleneh. Kira-kira seperti ini lah percakapannya.
Halo, mbak ada dimana?”
“Di terminal 2,” jawab gue polos.
Loh, gimana sih mbak? Ini pesawatnya udah mau pergi, 5 menit lagi, nanti bisa ditinggal. Tinggal mbak doang nih yang belum ada.” ß coba tolong dibedain antara ngomong sama temen dan dengan pelanggan. Itu yang gue merahin gak ada baku-bakunya.
“Ya tapi kan tadi saya disuruh printing tiket kepulangan,”  gue sambil melirik jam dan masih ada sekitar 20 menit sebelum keberangkatan. Karena gue udah keburu bete gue kasih aja HP gue ke oknum APL.
Terjadilah percapakan yang hanya terdegar sepihak dari sisi oknum APL. Oknum APL sih mengaku, kita mau ditinggal dsb, cenderung mengancam dan lagi-lagi bahasanya tidak sopan.  Ini buat koreksi ajalah bagi kita bersama, seharusnya mungkin gue dan temen gue udah bawa tiket pulang dan buat-buat maskapai penerbangan, coba itu tenaga kerjanya dilatih dan dididik terlebih dahulu, sebelum terjun kelapangan dan berkomunikasi dengan orang lain.
Akhirnya kita lari-lari gak jelas, naik angkutan transportasi khusus bandara yang berbayar. Seinget gue pas gue PKL di bandara sih angkutan itu bayar sekitar 13ribu. Tapi gak tau deh sekarang, si bapaknya Cuma suruh kita bayar 10ribu perorang. Mungkin kare jaraknya dekat atau karena kasihan dengan muka ricuh kita berdua. Si bapaknya cukup baik nanyain kita mau kemana dan memprioritaskan kita ke terminal 3 dibandingkan pelanggan lainnya. Biar cepat akhirnya si bapak gak masuk ke terminal 3 Cuma mengantar sampai sebelum parkiran karena masuk ke parkiran lumayan penuh. Jadi aja kita berdua lari-larian menuju ke tempat chek-in M*ndal* T*ge* A**. Di depan si oknum JTK sudah menunggu kita akhirnya kita langsung aja kita lari-larian.
Selesai mengurus keimigrasian, kita pakai acara lari-larian lagi. Di bilang 5 menit lagi mau landing dan segala macam. Yang ngebetein lagi-lagi salah seorang tenaga kerja penerbangan tidak kooperatif dan berceloteh seenak udelnya.
“udah telat, bawaannya banyak  gak pesen bagasi lagi!”ß kalau gak lagi buru-buru udah gue gebok pake koper kali.
Si oknum APL yang sudah bete ketengah mati karena lari-larian gak jelas langsung menepis perkataan si tenaga kerja itu dan membuat dia kicep.
“Gak usah kayak A*J*NG deh!”
Gue cuma senyum-senyum aja ngeliat kelakuan si oknum APL. Abis kelakuan si tenaga kerja yang asal ngomong itu bego banget, asal nyeplos dan gak pake mikir. Nih ya, kalau sudah telat ya gak akan ada waktu buat bagasi-bagasian lah. Kalau telat ya otomatis si barang-barang sebanyak apapun barang yang lo bawa itu bakal ditaruh di cabin.

Muka senang oknum APLsetelah sampai Changi Airport
        Percaya lah sampai kita di Changi airport si petugas imigran gak nanya dan ngomong apa-apa. Petugasnya malah memberi senyuman ke gue. Semua berjalan sebagaimana mestinya. *sotoy aja gue ini mah, ini kan pengalaman pertama gue ke luar negeri.

Oknum APL yang masih gak kobe gegara masih
kecapean
oknum APL sedang mengisi
 data keimigrasian di Changi Airport
muka-muka sok bahagia nyampe di Changi Airport  :P

si Oknum APL pas beli minuman di Batam
Perbandingan yang berbada jauh dengan maskapai penerbangan kita pulang. Padahal harga tiket masih dikepala 4, tapi pelayanannnya itu loh beda jauh banget!!! Kita pulang dengan maskapai g*ruda dari Batam-Jakarta. Dan yang mesti tau kita gak kena airport tax, dapat permen, dapat makan pagi, dapat minuman plus bisa nonton movie padahal kita juga pesannya kelas ekonomi. Kurang lengkap apa coba?  :) 


Muka bahagia oknum JTK+APL pas di Pesawat
Foto bahagia pas sampai di soetta airport











Terserah deh mau bilang gue jelek-jelekin maskapai M*ndal* T*ge* A** atau gimana. Pokok gue gak akan pernah naik itu maskapai lagi sebelum para tenaga kerjanya dididik ulang! Gue juga bukan orang tajir kok, ya tapi jangan direndahkan gitu lah. Gue sering kok naik pesawat semodel air bus yang gak dapat makanan dan cuma terbang doang semodel a** as** atau c*t*link tapi pelayanan dan tatakrama komunikasinya ya gak gitu-gitu banget kayak M*ndal* T*ge* A**.

*BERSAMBUNG*

sebelumnya di :  Persiapan Gila

23/02/14

Persiapan Gila * Singapore-Tanjung Pinang-Batam PART 1*


Apakabar mbaksis-masbroh? udah lama gue gak nyampah di sini. *kayak ada yang baca* #watir kisah kali ini berawal dari tidak dapatnya restu dari ortu gue. Gue lebih suka pergi gak bilang-bilang ketimbang jadi runyam gak diizinin ortu. Soalnya pengalaman yang udah-udah  kalau tetep pergi biasanya di perjalan ada aja hal gak enak terjadi. Tapi berdasarkan perjalan terakhir gue yang pergi tanpa memberi kabar dan gue kecelakaan jadinya gue berusaha izin sama ortu.

                Awalnya kata si emak boleh aja asal gue udah lulus dan ada uang sendiri. Gue kebetulan izin udah dari 4 bulan sebelumnya. Izinnya tentu ke nikahan temen deket gue di asrama, plus kalau ada waktu ya ke Singapore. Berdasarkan pengalaman sih gue pasti izin sama si emak dulu soalnya si babeh paling gak suka kalau anaknya pergi-pergi. *gue juga gak tau kenapa*. Karena tiket ke Singapore ada yang promo Cuma 100rb an, dan tiket ke Tanjung Pinang/Batam harganya GILA-GILAAN (600rb ke atas) jadilah gue dan ke 3 temen gue plus 1 orang pacar salah satu temen gue pesen tiket pasawat Jakarta-Singapore lewat M*ndal* T*ge* A**.

                Kebetulan gue lulus kuliah gak tepat waktu dan waktu gue lulus berdekatan dengan jadwal keberangkatan gue serta gue udah gak pernah ungkit-ungkit lagi kalau gue mau kenikahan temen gue. Gue baru izin ke bokap seminggu sebelum keberangkatan dan bokap ngambek detik itu juga. *ngambeknya edisi sinetron lagi* -_______-  dan tiba-tiba aja sehari sebelum nikahan temen gue si emak sidang akhir S3 nya. Jadi aja ngambek gegara gue gak bisa dateng. *ini ngambeknya juga versi ratapan anak tiri* Yah, pokoknya karena gue udah terlanjur beli tiket pergi dan pulang juga udah di pesen 4 hari sebelum keberangkatan yaudah gue tetep jalan meski ortu ngeizinin dengan setengah hati *sampe sekarang kayaknya si babeh masih ngambek sama gue*

                Lupain tentang izin-izinan. Perjalaan yang awalnya mau pergi berlima yang jadi ikut cuma 3 orang termasuk gue. Oknum L yang awalnya excited mau ikut tiba-tiba gak jadi karena dia juga tiba-tiba diajak nikah sama pacarnya waktu itu. Terus si oknum NA tiba-tiba gak jadi ikut karena gak enak sama ortunya, gue gak ngerti gimana ceritanya, intinya mah dia gak jadi ikut. Padahal ya, padahal, gue udah ngurus pasport sama doi bareng-bareng, terus buatnya pas doi ulang tahun lagi, kurang so sweet apa coba? *Yasudah lah mungkin belum waktunya gue sama NA bisa jalan-jalan bareng. :’)

Nah ya, dua orang gak jadi ikut, kira-kira pada bisa nebak gak yang jadi ikut siapa aja? Ya itu  si oknum APL dan oknum JTK yang notabene pacaran dan gue belum kenal deket dengan oknum JTK.  Bisa banyangin gak seberapa ngerinya perjalan seminggu gue ke depannya? Gue makin takut pas hari minggu atm gue ilang. Sementara duit gue sebagian besar ada di ATM itu. *gue sih waktu itu takut banget pas ATM gue ilang, tapi pas perjalanan gue bersyukur banget ATM gue ilang*. Seakan semuanya kurang cukup meyakinkan rok yang gue pake masuk ke roda gigi ojek motor, pas menuju rumah APL. Terus gue pake kesasar segala pas ke rumah Oknum APL. Pas itu sih gue makin parno, apakah ini pertanda? Gue belum pernah setakut ini, sumpah!

Lupain segalanya, si oknum APL yang tau gue kecapean dan kegerahan nyuruh gue masuk ke rumahnya. Dia nyuruh gue buka k**d*ng, kebetulan si oknum JTK sedang duduk santai di luar rumah. Gue dengan semangat 45’ ngebuka jaket dan  k**d*ng gue karena kegerahan, oknum APL kemudian ngasih koper yang mau gue pinjem sambil nawarin gue pisang aroma.

Lagi asik-asiknya packing ulang dibantuin si oknum APL. Tiba-tiba aja si oknum JTK masuk. Duduk di samping oknum APL, ngajakin ngobrol oknum APL dan gue-Terus gue kicep! Belum juga pergi, oknum JTK udah liat gue kagak k**d*ngan, padahal pas gue naik gunung tahun lalu, bela-belain gak lepas k**d*ng 7 hari, 7 malem. Gue sebagai wanita kemayu sok-sokan aja gak terjadi apa-apa dan menganggap si oknum JTK ini adalah sodara gue,jadi gue kagak k**d*ngan juga gak apa-apa. *Maafkan hambaMu ini ya Tuhan. L*

*BERSAMBUNG*

sesudahnya di : Flight to Flight

06/12/13

The Silly Thing When The Girl Love Someone

*Menemukan sebuah cerpen yang sudah lama terpendam di folder (D) saya....*

Salah satu cerita yang dibuat dalam rangka ikutan sayembara anak kos dodol
Judul aslinya : Jatuh
Pondok MMD, 21-3-2012

Dibuat saat sudah tidak ada rasa dengan si tokoh doi..
Tidak ada maksud apa-apa dalam tulisan ini, tulisan ini resmi untuk mengenang hal konyol di masa lalu saya..
so if you read this story just let it go... :) 




Kata orang-orang sih jatuh hati itu sih seru. Tapi gimana ceritanya kalau jatuh hati sama adek kelas. Iya, junior di kampus, yang ngospekin doi juga gue. *Lah, terus kenapa? Bagus dong gampang PDKT-nya. Bukannya biasanya emang seringnya adek kelas jadian sama kakak kelas ya?*Mungkin lo semua punya pikiran seperti itu, tapi masalah besarnya adalah gue cewe! *Nangis dipojokan, garuk-garuk pasir*.
Masalah belum selesai sampai di situ. Si ade kelas yang unyu-unyu kayak dakocan ini kebetulan gak mau pacaran dan mau nikah mudah di usia 21-22. Pokoknya doi ingin nikah pas masih kuliah. Apa kabarnya hidup gue? Gue, gak mau nikah muda! Nikah itu minimal umur 24-25 lah ya. *Eh, tar dulu, kenapa dua paragraf ini jadi curhat ya?*
Balik lagi ke topik, walaupun kita gak pacaran kita berdua ini deket banget. Sebenernya gue doang yang merasa kayak gitu sepertinya. *Hiks, cinta bertepuk sebelah tangan*. Eh, gak juga sih, kita emang deket kok. Wong, kita satu kosan. Wets, jangan mikir yang aneh-aneh dulu. Kita berdua emang satu kosan tapi beda gedung kosan.
Kosan kita berdua tuh kayak asrama gitu modelnya. Gue di gedung khusus putri, doi di gedung  khusus waria. :P Eh, bukan deh, di gedung khusus putra. Kosan putra terletak di sebelah kiri dan kosan putri di sebelah kanan, dipisahkan dengan parkiran motor beserta pos jaga satpam. Walaupun pisah, tapi lapangan parkir, lapangan voli, sama kantinnya barengan. Jadilah hubungan terlarang kita terjalin di kantin kosan. #nahloh.
Karena sering ketemuan di kantin. Akhirnya kita jadi deket gitu deh. #dusta. Kita berdua deket gara-gara salah satu media sosial twitter, deng. Kita berdua sering bercengkrama, saling menyalahkan gak jelas di media sosial itu. Sampai-sampai menimbulkan fitnah kalau kita menjalin hubungan khusus. Ya kali deh, hubungan khusus pertengkarang mungkin. Lucunya, tiap ketemu kita seperti gak saling kenal. Ababil ya?
Akhirnya kita saling kenal juga sih. Gara-gara doi minta surat perpanjangan kosan ke gue. Kebetulan sebenernya kosan gue itu buat anak-anak baru dan anak-anak  beasiswa di kampus, jadi kalau mau lanjut di kosan itu ya harus buat surat perpanjangan. Berawal dari sana kita jadi sering sms-an. Jangan bayangin sms yang mesra, sms kita tuh tiap hari cuma mempersalahkan hal sepele untuk jadi bahan perdebatan.
Walaupun kita udah saling kenal tapi kita itu tetep aja gak saling nyapa kalau ketemu di kampus. Apalagi kalau gue lagi bareng sama temen-temen gue dan doi bareng sama temen-temen doi. Doi juga gak pernah sekalipun manggil nama gue. Doi selalu manggil gue, ‘mbak’, padahal kita kuliah di ranah sunda.
***
Jam setengah tujuh pagi gue udah kelaperan gara-gara bergadang ngerjain laporan teknologi pengolahan lemak-minyak. Gue akhirnya turun ke kantin untuk membeli makanan. Pas lagi pilih-pilih makan prasmanan gue denger ada derap langkah kaki dari lantai dua gedung kosan putra. Gue kenal banget nih sama cara jalannya, iya itu si Doi. Lo bayangin aja sebesar apa badannya, dari kantin lantai bawah aja bisa kedengeran derap langkahnya.
Gue yang lagi males nyapa-menyapa memutuskan untuk segera balik ke kamar kosan.  Bukannya gue sombong tapi gue emang paling males nyapa orang. Gue percepat langkah gue, soalnya pasti kalau gak cepet-cepet kita berdua pasti akan berpas-pasan antara tangga gedung kosan putra dan tangga gedung kosan putri, yang tentunya di batasi oleh parkiran.
Gue, jalan cepet tanpa menengok ke arah kiri supaya gak harus menyapa dia. Semua berjalan baik-baik saja. Semua berjalan sesuai dengan rencana. Gue berhasil melewati parkiran motor dengan baik dan bersiap-siapa naik tangga ke gedung kosan putri. Tiba-tiba ada suara batuk-batuk “E, EHEM!”. Fokus gue pecah ke arah suara itu datang, gue yakin banget itu suara doi, soalnya seperti yang dibilang sebelumnya doi itu gak pernah nyapa gue, paling cuma sok-sokan batuk atau manggil gue ‘mbak’. Gue dengan bego-nya udah mau menengok ke arah belakang tempat suara batuk doi berasal tapi akhirnya gue gak jadi nengok dan langsung mempercepat langkah.
Gue lupa kalau gue lagi naik tangga bukan lagi jalan lurus. Kejadian ini terjadi dalam hitungan seperkian detik. Kedua ujung-ujung jari kaki gue membentur keras anak tangga, mengganggu keseimbangan tubuh gue, bagian atas tubuh gue maju ke depan lebih dulu dibanding bagian kaki. Sepiring nasi berisi sepotong paha ayam melayang kemudian mendarat dengan indah plus dengan back sound bunyi piring gaduh terbanting. Isi dalam piring berhamburan tak tentu arah. Piring berhasil aman tanpa retak sedikitpun.
Alhamdulillah gue gak harus, ganti piring kantin! Makin senengnya gue lupa kalau badan gue sedang tak seimbang pula. Kedua lutut gue mendarat di lantai terlebih dahulu, menimbulkan bunyi  tubrukan keras, disusul dengan bagian atas tubuh gue, untungnya tertahan oleh lengan bawah gue. Jika tidak  kepala gue pun pastinya mencium mesra lantai. Dan terjadilah posisi sujud khusuk yang di sampingnya penuh dengan butiran-butiran nasi.
“Neng, gak apa-apa?” tanya satpam yang datang menghampiri. Mampus gue malu abis-abisan!
“Enggak, pak saya ke atas dulu ya. Nanti piringnya saya beresin,” jawab gue tersenyum canggung.
“Gak usah neng, nanti biar OB aja yang bersihin, neng. Si eneng sih, hobi banget jatuh. Tempo hari pas mati lampu juga, eneng jatuh kan dari tangga?” tanya pak satpam lagi. “Hati-hati atuh neng kalau jalan,”
“Hehehe, iya pak. Hehehehe,” kata gue senyum cenge-ngesan sambil cepet-cepet kabur.
 Semoga kejadian ini gak diliat sama si doi. Amin, Ya Tuhan, Amin! Jangan kau jatuhkan harga diri hambamu yang kece ini, Ya Tuhan.
Entah kenapa segala kelaparan pun hilang seketika. Gue liat jam dinding ketika sampai ke kamar kosan. Mampus, udah jam tujuh lewat! Gue buru-buru mandi karena ada kuliah jam delapan pagi. Kebetulannya lagi, gue baru inget hari ini gue janjian pergi ke kampus bareng doi. Mampus ini mah!
Jam 7.45, gue turun ke parkiran motor, menunggu si doi. Disambut senyum-senyum mesem dari pak satpam dan OB yang kebetulan masih membersihkan bekas makanan gue yang tumpah tadi. Topeng mana, topeng? Malu ini! Mana si doi lama banget lagi datengnya.
            “Eh. Mbak! Udah siap?” tanya doi senyum sumringah. Ngeliat senyumnya gue jadi parno sendiri. Kenapa pagi-pagi gini doi udah senyum-senyum gak jelas gitu.
            “Udah yuk, berangkat nanti telat,” kata gue, ingin segera pergi dari sini.
Dari tadi Pak Satpam sm Aa’ OB-nya ngeliatin gue melulu. Pasti lagi ngomongin tragedi gue tadi pagi, deh. *pede jreng*.
            Gue naik ke motornya. Perjalanan nampak begitu indah. Doi ngobrol panjang lebar tentang kuliahnya hari ini saat di perjalanan menuju kampus.
            “Eh, iya mbak. Tadi lo beli makan ya di kantin  jam setengah tujuhan?”
            Mampus, apa maksudnya nanya-nanya kayak gini. Jangan bilang dia liat tragedi tadi pagi.
            “Hah, kenapa tiba-tiba nanya kayak gitu?”
            “Iya, soalnya tadi gue ngeliat, mbak,”
Mampus ini mah, wasalam aja riwayat harga diri gue di depan doi. Pasti doi ngeliat gue jatuh, aduh!
            “Salah liat kali lo?” kata gue berusaha mengalihkan pembicaraan.
            “Iya, kali ya. Soalnya tadi gue nyapa tapi gak direspon. Mungkin bukan lo ya, tapi mirip banget sama lo,”
            “Iya, gitu lo nyapa gue?” tanya gue.
            “Iya, gue manggil lo gitu,”
            “Manggil apa gitu?” tanya gue memancing, orang yang gue denger dia cuma batuk-batuk gak jelas gitu.
            “ ‘Mbak, mbak!’ gue manggil kayak gitu, tapi orang yang gue panggil gak nengok,”
            “Iyalah, lo manggil gue mbak. Lo pikir gue pembantu? Manggil nama kek gitu, pasti kan gue bakal nengok. Yang bisa dipanggil mbak kan juga banyak,”
            “Oh, jadi pas yang dikantin itu beneran, mbak?”
Hua! Mampus! Gue kepancing. Haduh, gimana dong ini?
“Hmm, iya mungkin,” kata gue berbicara dengan muka tanpa dosa. Lagian dia juga gak bisa ngeliat muka gue juga kan, sekarang. Toh, dia lagi konsen bawa motor.
“Eh, mbak udah nyampe nih,” katanya memberhentikan motor di parkiran kampus.
Syukurlah pembicaraan tidak dilanjutkan. Ya, Tuhan makasih! Berarti doi enggak melihat tragedi tadi pagi.
 “Oh, mungkin, toh ya? Berarti kemungkinan orang yang tadi pagi, yang jatuh di tangga dekat parkiran itu, mbak ya?” tiba-tiba doi melanjutkan pertanyaan, menatap gue tajam, sambil menahan tawa, setelah menaruh helm di bagasi motor.
 Mampus ini mah! Pedang mana, pedang? Gue mau harakiri aja.
“Yaudah, gak usah dijawab. Takut, malu. Lain kali hati-hati ya. Gue duluan, mbak. Hati-hati jatuh lagi, hehehehe.” kata doi meninggalkan gue yang masih mematung di lapangan parkir kampus karena malu. Hua! Gue kan jatuh juga gara-gara batuk-batuk dia.