15/10/17

Kriminal?!


Kejadian ini baru gue alami beberapa hari yang lalu. Pada dasarnya gue ini adalah cewek idealis yang menjujung tinggi nilai kejujuran. Entah kenapa Kamis kemarin gue seperti sedang di uji mati-matian oleh Tuhan.

Berawal dari kegundahan gue yang tiba-tiba di vonis tipes ketika bentar lagi masuk kerja.  Salah satu syaratnnya gue harus bersih dari bakteri salmonella si gelo itu. #eh maksudnya salmonella Shigela. Dokter menyuruh gue untuk minum obat dan istirahat selama 10 hari. Setelah penantian panjang itu, Kamis kemarin gue cek darah lagi. Total sudah 3 x gue cek darah dan hasilnya si bakteri tercinta itu masih bersemayam di tubuh gue.


Sementara perusahaan tempat gue akan kerja udah entah kesekian kalinya nanyain hasil lab gue yang sudah bersih. Setengah udah jengkel menunggu kesembuhan total dan capek untuk ambil darah ulang lagi, pikiran nakal gue mulai bekerja.

Dan beginilah hasilnya................


Hasil Lab terakhir





Ini adalah hasil Lab saya 10 hari sebelumnya




hasil Lab hari Kamis yang mau saya palsukan, dengan menempelkan berkas yang lama



Hasil yang sudah di fotocopy dan rencananya akan di serahkan 




Sorenya gue di tanya lagi oleh pihak perusahaan karena gue belum juga kirim hasil. Gue udah siap ngirim hasil palsu yang sudah di edit. Tiba-tiba malaikat Rokib seperti ngebisikin gue. “Han! Lu mau ngapain, nyusahin diri aja. Kalau lu kenapa-kenapa di tempat kerja gimana? Udah jujur aja, Han! Sejak kapan pikiran lo jadi picik gitu?”

 Dan entah mengapa semua usaha yang udah gue lakukan mulai dari beli lem, pulpen gel dan gunting lenyap begitu saja. Gue langsung kirim via WA foto asli (foto 1) yang belum di edit sama sekali (kebetulan yang asli emang gue foto duluan buat jaga-jaga). Segala ketakutan, kejengkelan, kekesalan dan rasa gak ikhlas karena gue masih sakit Tiba-tiba hilang semua. Rasanya plong banget, nyaman dan legowo, meski pada akhirnya berarti gue harus mencari pekerjaan lainnya lagi. Semangat!!! J

14/10/17

About MIRROR-ing



Well, sudah lama juga gue gak nulis di blog. Kalian apa kabar?

 Tulisan ini sebenernya sudah lama sebenarnya gue mau nulis ini tapi tangan sukan males ngetik. Hahaha. Kenapa judulnya ada mirror nya? Karena memang gue mau membahas tentang itu meski bukan kaca juga sih. :P

                Bermula saat gue di percaya jadi mentor di supercamp 7 habits of highly effective people for teen by dunamis. By the way, Dunamis lagi buka supercamp yang buat remajanya loh, bisa cek di sini gengs. *malah promosi* balik lagi ke pembahasan awal. Salah satu habits dari 7 habits karangan Steven Covey adalah  “seek first understand then to be understood” atau maknanya adalah pahami sekitar baru minta dipahami.

Akhirnya gue jadi tau ternyata kalau orang nyaman sama kita itu secara gak sadar dia akan mengikuti gaya gaya/gerak-gerik kita.  Gue tau, setelah nonton video license Steven Covey. Di video itu ada 2 tipe orang agry man and smile man. Dimana ketika smile man membuat responden merasa nyaman sementara agry man tak mengubris responden dan terkesen jutek. Setelah sekitar 10 menit mengobrol agry man melakukan gerak-gerik namun tak ada satu pun responden yang mengikuti. Berbeda dengan smile man, semua perubahan gerak mulai dari memegang hidung, menggaruk-garuk kaki, semuanya diikuti oleh responden tanpa sadar. Kalian tau apa bedanya antara si agry man dan smile man? Smile man mendengarkan cerita responden sementar agry man mendengarkannya secara malas-malasan bahkan mendominasi cerita.

Awalnya sih gue gak percaya sampai dilihatin hasil foto saat uji coba langsung. Semenjak itu gue percaya kalau mau dipahami ya memang harus memami orang lain. Kalau mau tau orang itu nyaman atau tidak sama gue, tinggal liat gesture tubuhnya yang secara gak langsung mengikuti gue atau enggak. Yaps, this is mirroring!


ketika rasa nyaman muncul, mereka melakukan gaya sama termasuk senyum
(Dok. Pribadi, saat supercamp)


Sekitar satu bulan setelah itu gue ikut pelatihan life coaching by loop institute. Ada hal baru yang gue pelajari di sana dengan kasus sama persis. Istilahnya lihat sudut pandang yang berbeda. Menurut Coach Rini Haerinnisya-salah satu fasilitator life coaching, ketika ingin lebih active listening and aware with coachee/client gue bisa dengan cara mensejajarkan pemikiran kita dengan client dan tentunya mencoba mengikuti gerak-gerik si client. Di sana kita dapat merasakan apakah client nyaman dengan kita, ragu atau jangan-jangan merasa terintimidasi dengan kita.


ketika kurang nyaman, kaki lawan bicara (baju merah) cenderung menjauh 
(Dok. Pribadi, saat supercamp)



Jika sebelumnya di Dunamis gue belajar untuk mengetahui lawan bicara nyaman ngobrol ketika mereka mengikuti apa yang gue lakukan, maka di Loop gue belajar bahwa untuk mengetahui lawan bicara nyaman ngobrol  adalah dengan cara ikut merasakan dari gerakan yang lawan bicara gue lakukan.


Well itu lah mirroring! So, jika kamu mau coba apakah teman kamu nyaman ngobrol sm kamu, kamu bisa coba dua cara ini. Pssst, ini bisa juga dilakukan buat loh gebetan kamu naksir atau enggak. Hahaha. Good luck ya guys..! J

02/09/17

DIPERCAYA


Saya sangat percaya perumpamaan “Tak Kenal maka Tak Sayang”. Seperti layaknya manusia pada umumnya saya terkadang sibuk menghakimi orang di sekeliling saya, yang bahkan belum saya kenal. Hal ini tentunya tidak akan menjadi masalah selama saya tidak berhubungan langsung dengan orang tersebut. Namun bagaimana jika saya dihadapkan pada situasi dimana saya harus terus berinteraksi dengan orang tersebut?


Berawal dari sana, saya berusaha sebisa mungkin menghilangkan pradigma-pradigma negatif yang saya timbulkan sendiri. Di mulai dari hobi saya yang suka share cost travelling dengan orang-orang baru saya kenal. Di sana lah saya mulai terbiasa belajar untuk tidak menghakimi dengan pradigma-pradigma negatif saya terhadap orang baru. Dari berkenalan dengan peminum aktif, pemain judi kelas atas bahkan mucikari kelas bawah. Mungkin kalian akan berpikir “Are you okay, Han?”
Yes, Im okay! Bagaimanapun juga mereka manusia sama seperti kita. Meskipun saya pakai kerudung tak lantas mereka enggan berteman dengan saya. See? Mereka mau kok berteman dengan saya, lalu mengapa saya harus sibuk menghakimi mereka?

Seperti Tumbuhan Ini yang Dipercaya Tumbuh oleh Tuhan di antara Ubin
(Dokumen Pribadi)

                Saya percaya di atas hitam ada putih. Begitu pun mereka, se-hitam (Ah, lagi-lagi saya mulai menghakimi) apapun kehidupan mereka tetap menghargai saya dan tetap menyayangi saya. Bahkan mereka melindungi saya dengan mengingatkan saya untuk tidak melakukan hal-hal yang mereka biasa lakukan. Mereka sadar bahwa mereka ingin berubah. Hal ini yang membuat saya menghargai apa yang mereka lakukan. Saya percaya apa yang mereka jalani saat ini bukan karena mereka salah, tapi karena pilihan yang mereka lakukan adalah hasil dari kemampuan dan pikiran mereka saat itu.  Yang paling menarik adalah mereka mempercayai saya untuk membantu mereka berubah.


                Apa perasaan kalian jika dipercaya untuk melakukan sebuah perubahan? Itulah yang saya rasakan ketika mereka meminta bantuan saya agar mereka dapat berubah. Padahal saya hanya butiran tepung aci di antara cimol mentah, yang masih rentan kesalahan. Itu adalah hal-hal kecil yang mampu membuat saya merasa bahagia. Dipercaya.




22/06/17

Puasa Bersama Bu Lilis

Ini kisah saya saat berpuasa di Natuna. desain rumah khas merupakan cirri khas desa Pengadah. Hanya ada hitungan jari rumah yang sudah perpondasi bata dan dan beton. Salah satunya adalah rumah dinas guru, tempat saya tinggal bersama Kak Deviana. Beliau yang akrab disapa Kak Dev adalah salah satu guru honorer di sekolah. Fasillitas rumah dinas guru sangat lengkap, 2 kamar dan 1 kamar mandi.

Ada perbedaan yang nyata antara dusun di desa Pengadah.  Dusun satu terletak menjorok ke pantai sehingga sebagian besar kakus mereka hanya berupa dipan yang airnya langsusng turun ke sungai pinggir pantai. Sementara dusun dua terletak di jalan utama sehingga beberapa warga sudah memiliki kamar mandi. Sementara yang belum ada biasa menggunakan pemandian umum yang tersedia dekat dengan masjid.

Bulan puasa ini sangat berbeda dengan puasa-puasa saya sebelumnya. Jika di tahun-tahun lalu saya sibuk mengurus marjan dan biskuit kalengan. Tahun ini saya sibuk dengan site visit dan keberlangsungan acara Festival Anak Natuna. Kami memiliki ide untuk keliling Pulau Bunguran, tepatnya keliling SD di desa yang ada pengajar mudanya, dimana kami akan menginap dan bersosialisasi dengan warga desa.

Salah satu desa tempat saya bermalam adalah desa Teluk Buton. Desa ini adalah desa tetangga. Meski desanya bersebelahan dengan Desa Pengadah, Desa Teluk Buton memiliki Kecamatan yang berbeda. Berkunjung ke Desa Teluk Buton sudah sering saya lakukan. Biasanya saat menjemput atau mengantar pulang Fenty ibadah minggu. Tapi untuk menginap adalah pengalaman pertama saya.

Saya menginap di rumah Bu Lilis, salah satu guru di SDN Teluk Buton. Ada rasa takut menyelimuti saya ketika itu terlebih saya hanya pernah berbicara singkat dengan Bu Lilis. Maklum saya memiliki ketakutan tersendiri jika berkenalan dengan orang baru.

Rasanya senang bukan main ketika Bu Lilis telah menyediakan kue beranekaragam saat menyambut saya datang. Eh, salah deh, saat menyambut magrib untuk iftar. Ada kebiasaan unik di Natuna, yaitu bertukar takjil dengan tetangga. Jadi kita hanya perlu membuat satu menu takjil saja. Voila! Saat iftar sudah penuh dengan kue takjil yang beranekaragam, hasil tukar-tukar dengan tetangga.

Buka puasa kali itu terasa manis sekali, maklum dari hari pertama puasa saya dan teman-teman sudah disibukkan dengan rencama site visit di kabupaten. Bu lilis adalah guru sekaligus ibu rumah tangga pada umumnya. Suaminya adalah sekertaris desa sementara anaknya Adhan yang berusia 5 tahun tinggal  bersama neneknya di desa lain. Adhan hanya pulang ke rumah saat libur sekolah.

Setiap wilayah pasti punya keistimewaannya sendiri. Dulu saat kuliah dan menetap di Jatinangor solat tarawih dengan witir berlangsung selama 23 rakaat. Di desa Teluk Buton bahkan adzan Isya baru berkumandang jam delapan malam. Saya rasa tujuannya agar warga bisa iftar lebih lama dengan keluarga. Berbeda dengan solat tarawih di rumah saya, di Teluk Buton solat tarawih berlangsung tanpa di selingi ceramah.

saya bersama Bu Lili di depan SDN 005 Teluk Buton 


Sepulang solat tarawih saya sudah disiapkan kamar sederhana plus tikar oleh Bu Lilis. Rumah Bu Lilis sangat sederhana dengan desain kayu, tak dapat dibandingkan dengan rumah dinas guru yang saya tinggali. Di rumah Bu Lilis hanya ada 1 kamar. Bu Lilis berbaik hati untuk membatasi sekat dan di lindungi gorden agar saya bisa bermalam. Bu Lilis juga tak segan-segan menyediakan kipas angin agar saya tidak gerah. Sederhana, namun sangat membekas.

                Meski hanya bermalam sehari. Bu Lilis benar-benar menganggap saya seperti anaknya sendiri. Bu Lilis benar-benar mengagetkan saya dengan variasi makanan yang beliau siapkan saat sahur. Padahal selepas tarawih beliau mengeluh sesak nafas. Bu Lilis juga tak segan-segan meminta saya untuk mencuci piring. Tentu saya sangat senang saat itu, bagaimanapun saya merasa dianggap keluarganya sendiri meski hanya bermalam 1 hari.


                Kehangatan keluarga Bu Lilis masih terasa hingga hari ini. Meskipun hanya satu hari saya mau menangis, tak rela berpisah ketika harus menuju desa lainnya. Saat lebaran datang beliau juga mengundang saya untuk berkunjunga ke rumah beliau. Saya sangat terharu saat beliau menyguhkan pempek buat saya. Mungkin rasa tak senikmat buatan ibu di rumah, namun mampu membangkitkan rindu saya akan suasana lebaran di rumah bersama keluarga besar. Tanpa terasa waktu berlalu. Kejadian itu sudah berjalan satu tahun yang lalu, namun kehangatan Bu Lilis kepada saya masih terasa hingga hari ini.

17/06/17

Story Telling Anak SD untuk Wisatawan Yacht?

  
Siapa bilang pariwisata tidak ada hubungannya dengan pendidikan? Siapa bilang anak-anak di ujung utara Indonesia tidak dapat bertemu dengan warga negara asing? Pun tampil dengan elok di depan wisatawan mancanegara?

Sail Malaysia Passage to the east atau lebih akrab dikenal oleh warga lokal Natuna dengan nama YACHT (Kapal pesiar) merupakan agenda tahunan yang sudah berlangsung kurang lebih selama 3 tahun. Tahun 2017 ini 25 Yacht dari berbagai turis mancanegara kembali merapatkan kapal di tepi Natuna. Yacht merupakan acara reli layar yang berangkat dari Langkawi sampai Sandakan (Sabah, Malaysia) sampai ke pantai utara Pulau Kalimantan. Para peserta pengguna yach ini biasanya 1 tahun penuh berlayar dan kembali ke negaranya saat malam natal.


 Di kepulauan Riau sendiri Kabupaten Anambas dan Kabupaten Natuna yang menjadi tuan rumah. Acara yang berlangsung di Natuna ini berhasil digelar atas kerja sama antara Dinas Pariwisata Natuna dengan Kementrian Pariwisata RI. Acara inti di Natuna berlangsung dari dari tanggal 13-16 Juni 2017.

Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, Yacht kali ini tidak hanya dijamu oleh tarian-tarian khas Natuna tetapi juga Story telling dari beberapa anak-anak dari SD di Natuna, yaitu SD trans II, SD 003 Pengadah, SDN Pian Tengah dan SDN 02 Kelarik. Jumlah total anak-anak 7 orang. Selain Story telling anak-anak juga ada yang berpantonim. Story telling ini dapat berlangsung atas kerjasama Pak Erson (Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Natuna) dengan Pengajar Muda XIII Indonesia Mengajar, beserta pihak lain yan terlibat. Story telling ini bercerita tentang asal usul Pulau Bunguran.


Story telling ini sedikit berbeda dari biasanya, anak-anak SD ini melakukannya secara berkesimbungan. Uniknya, anak-anak ini baru saling kenal saat pentas. Tanpa sadar mereka saling mendukung satu sama lain. Jika awalnya mereka malu-malu dan sempat salah melihat semangat dari teman lainnya akhirnya mereka dapat meningkatkan kepercayaan dirinya.


Saya sebagai salah satu satu guru yang pernah mengajar di SDN 003 Pengadah melalui program Indonesia Mengajar tentunya bangga kepada mereka. Hasil jeri payah kecil-kecilan saya merintis ekstrakurikuler drama mulai terlihat. Apalagi saat ini ada Dita (Pengajar Muda XII) yang mengembangkan ekstrakurikuler tersebut tidak hanya dalam bentuk drama tetapi juga pantonim. Saya belajar bahwa suatu hal  kecil yang diniatkan dengan baik pasti akan bergerak maju dengan didukung oleh kesinergisan orang-orang yang memiliki impian yang sama.


Salah satu murid saya selesai berpantonim
Hal lucu yang membuat saya kagum adalah saat sesi tanya jawab antara murid SD dengan peserta yacht. Berikut ini salah satu percakapan yang dikirimkan oleh murid saya Kartini yang akrab Caca.

“Will you recommend Natuna as Vacation or Holiday destination to you’re friend?” ucap Caca tanpa jeda dan bernafas.
Dan peserta yacht menjawab singkat tapi padat  “Absolutely..!!”


Sejujurnya murid-murid saya sudah lama tak mengenyam pelajaran bahasa Inggris, terutama sejak perubahan kurilum yang tak menentu. Saya sangat senang dengan perubahan-perubahan kecil yang dilakukan oleh Dita (Pengajar Muda XII) penerus estafet ke dua perjuangan saya.






Hmmm, mau tau lebih jauh dengan Natuna? Kamu yakin tidak mau jalan-jalan ke Natuna? Yuk, cintai Indonesia! Jangan mau kalah dengan wisatawan-wisatawan asing dipenjuru dunia! Yuk, kita liburan ke Natuna!





Narasumber    : Dita Inata, Uray Anggi

Foto                 : Dita Inata, Caca

11/06/17

Bersyukur Dismenore di Natuna

Dismenore adalah suatu penyakit yang melanda sebagian besar wanita saat sedang haid. Perasaan mual, ingin muntah, nyeri sakit seperti ditusuk-tusuk, pegal-pegal di seluruh kaki dan tangan dan pusing adalah salah satu gejalanya. Saya salah seorang korban bulanannya, bahkan saya masih mengalami sakit setalah hari ke lima haid. Pengalaman ini adalah pengalaman dismenore saya yang paling ekstrim dimana saya sudah tidak bisa berpikir dan hanya bisa berdoa, “Ya Tuhan selamatkan saya!”

(17/06/16) Saya, Fenty, Anin menginap di kediaman Kak Nika, induk semang Kak Fitri dengan tujuan ke Pulau Sedanau sambil melepas lelah. Versi kali ini adalah belanja-belanja. Kami menginap di Kecamatan Batubi Jaya, Desa Gunung Putri, tepatnya di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau.

Kepala saya terasa sedikit pusing di pagi hari. Saya pikir mungkin karena kurang minum saat sahur, kebetulan saat itu sedang bulan puasa.  Jam  delapan pagi, kami menuju ke sebuah pelabuhan kecil bernama Sebuton untuk dapat menyeberang ke Pulau Sedanau. Akses dari rumah Kak Nika menuju Sebuton sebagian besar bertanah merah. Kami harus berhati-hati menggunakan sepeda motor agar tidak terjatuh. Untungnya tadi malam hujan tidak datang.


Saya jarang sekali mabuk laut, namun selama perjalanan menuju Pulau Sedanau rasa mual mulai melanda. Ditambah terik matahari yang menyengat. Alhasil baru menjelajahi dua toko, saya sudah lemas. Energi negatif mulai mempengaruh saya. Saya ingin pulang! Tapi mengingat saya pergi bersama teman-teman yang lain dan saya harus bisa empati kepada yang lain. Akhirnya saya hanya diam menghemat energi.

Fenty dan Kak Fitri kemudian mampir ke rumah makan padang untuk makan siang. Kebetulan mereka sedang tak berpuasa. Saya hanya duduk lemas, menyender di meja karena lelah. Badan saya rasanya pegal-pegal tanpa sebab. Terbesit dipikiran apakah saya haid? Tapi seingat saya belum jadwalnya. Jam 1 siang, jukong (kapal kecil) yang tadi mengantar kami ke Pulau Sedanau datang menjemput.

Beban psikologis mulai terasa saat hujan turun mengguyur lautan. Ombak kencang beberapa kali menghalangi jukong, membuat jukong terombang-ambing. Saya benar-benar pusing saat itu. Saya hanya berdoa agar cepat sampai di Pelabuhan Sebuton. Doa saya satu jam kemudian terkabul. Tapi sebenarnya dari Pelabuhan Sebuton adalah awal perjuangan sesungguhnya. Tanah merah yang tadi pagi tidak begitu licin kini dipenuhi genangan air. Perjalan yang tadi pagi dapat ditempuh dengan waktu setengah jam sekarang tak bisa lagi. Perut saya sakit bukan main ketika itu, sepertinya saya benar-benar akan haid.

Saya berdua dengan Fenty menggunakan motor matik sementara Kak Fitri dan Anin menggunakan motor bergigi. Sepuluh menit pertama perjalanan berjalan lancar. Meskipun terkadang sempat licin dan hampir terjatuh. Saya hanya bisa berdoa agar jalan aspal segera muncul. Sayangnya setelah menit selanjutnya motor saya terjatuh berkali-kali karena licin. Fenty bahkan akhirnya memilih untuk jalan kaki dan saya tetap membawa motor. Baru jalan sedikit si motor tak dapat bergerak, semakin di gas, ban motor semakin masuk ke dalam tanah merah yang licin dan becek.





 Baju saya sudah tak berwarna selain coklat. Sepatu saya penuh dengan tanah. Tangan saya sudah penuh dengan tanah karena terjatuh berkali-kali. Rasa mual, pening dan lelah menghampiri. Sepanjang jalan sepi tak ada orang, Kak Fitri dan Anin sudah entah berada di sana. Ya Tuhan, udah gak tau mau ngapain kala itu. Saya hanya bisa melantunkan nama Tuhan dan berkali-kali mengulang doa perjalanan. Saya bahkan sudah enggan melihat ke depan jalan. Karena sepanjang melihat ke depan hanya ada hamparan tanah merah.




Satu jam lebih, saya berjalan tanpa melihat ke depan. Melihat kebelakang pun hanya da Fenty yang sedang berjaan kaki. Rasanya sudah di ujung maut. Sampai akhirnya saya menemukan jalan aspal yang menandakan sebentar lagi akan sampai di rumah Kak Nika. ALHAMDULILLAH!!!




Kak Nika bahkan kebingungan liat muka saya yang pucet. Katanya bibir saya ungu banget. Gak lama setelah mandi dan bersihin motor adzan magrib pun tiba. Rasa syukur tak henti-henti saat adzan datang. Saya berhasil melalui ujian hari itu!

Saya masiih merasa mual entah mengapa. Mungkin masuk angin. Saat mau solat tarawih ternyata saya keluar Haid. Pantas saja sedari pagi perasaan mual tak kunjung hilang. Rasa syukur tak henti-hentinya saya panjatkan meski sakit tidak terkita seperti diujung hidup, ternyata Tuhan masih memberikan saya kesempatan untuk dapat puasa penuh di hari itu. Hari itu saya saya semakin sayang sama Tuhan. :)



Taken photo by : Latin PM XIII, Kabupaten Natuna

06/06/17

Leader In Me

Leader In Me! Sebuah tagline yang menginspirasi saya. Beberapa hari yang lalu saya mendapatkan pelatihan 7 Habits of Highly Effective gratis dari Dunamis salah satu vendor resmi untuk pelatihan 7 Habits. Saya yang termasuk anak deadliners sesungguhnya sangat termotivasi untuk berubah semenjak pelatihan ini. Terutama menjadi seseorang yang efektif.


Kebetulan pelatihan gratis ini hanya diadakan untuk 9 orang, kami adalah calon mentor dan calon asisten fasilitator untuk pelatihan supercamp dan kerjasama dan sekolah bimbingan untuk salah satu sekolah swasta dibilangan BSD. Pelatihan ini seharusnya berlangsung selama 24 jam atau 3 hari selama  8 jam. Tapi karena kita anaknya efektif jadi ya pelatihannya cukup 2 haru saja. *sok iye* Hahaha.

Kenapa pelatihan ini sangat menginspirasi bagi saya? Karena pelatihan ini khusus membahas 7 habits of Highly Effective for teens. Iya, 7 habits yang buat anak-anak. Jadi saya sebagai peserta ya harus mengakomodasikan sebagai anak-anak. Dalam pelatihan itu banyak banget video dan ice breaking yang buat ketawa-ketawa. Meski ini dikhusus bagi anak-anak. Saya yang sudah menjelang seperempat abad ini nambah banyak ilmu loh dalam pelatihan ini.

Tunggu dulu, kalian sudah tau 7 habits belum? Atau jangan-jangan saya sudah tulis dua paragraf di atas kalian gagal paham dengan apa itu 7 habits. Dari 7 habits ini ada kira-kira 3 habits yang saling mendukung. Yuk ah mulai akan saya bahas satu persatu ya.

Seperti yang sudah saya bilang sebelumnya ada habits atau kebiasaan yang saling mendukung satu sama lain, yaitu habits 1 sampai 3 atau sering disebut dengan private victory atau kebebasan pribadi, yaitu dari kita yang terbiasa tergantung dengan orang lain menjadi mandiri. Hayo siapa yang gak mau mandiri? Kebiasaan apa aja sih itu?



Kebiasaan 1. Be proactive atau lebih bertangjung jawab untuk diri sendiri.
Sebelum kebiasaan 1 ini, kami diperkenalkan dulu dengan personal bank account (PBA) yaitu tarikan dan setoran bagi diri sendiri. Misalnya memaafkan kesalahan diri sendiri yang masuk ke dalam setoran PBA dan memikirkan diri sendiri yang masuk ke dalam tarikan PBA.


Air Terjun..! bRRRR~

Pada kebiasaan satu, ada hal yang saya garis besar yaitu mengenai sifat kita yang proaktif atau reaktif. Kebanyak orang lebih reaktif menjawab respon yang diajukan tanpa berpikir terlebih dahulu. Manusia yang fektif adalah yang besifat proaktif yaitu berpikir kemudian baru bertindak. Pada kebiasaan satu ini maanusia efektif adalah yang mengatakan “aku bisa” bukan “aku tak bisa” dan meningkatkan lingkar kepedulian dan lingkar pengaruh. Ternyata orang efektif akan memiliki lingkar pengaruh yang besar.

Kebiasaan 2. Begin In with The End in Mind  atau memulai dari yang akhir
Kalau dikebiasaan satu kita sudah dilatih untuk bertanggung jawab, pada kebiasaan dua ini kita sudah bisa memulai mimpi atau cita-cita yang kita harapkan. Setelah memiliki cita-cita mari lah kita merancang hal-hal yang dapat menggapai hal ini. Serunya pada kebiasaan dua ini kita juga diajarkan dengan metode WIG Planner (wildly Inportant Goal). Apa sih ini?  WIG adalah semacam cara untuk mendapatkan mimpi liarmu. Rumusnya cukup sederhana:

                From X to Y by When.

Misalkan untuk saya yang punya cita-cita menjaid penulis saya merumuskan sebuah WIG.
DARI menulis bab 1 SAMPAI bab 15 tentang Natuna sampai Desember 2017 (*tolong di doain ya guys*)

Kebiasaan 3. Put First Things First
 Kebiasaan tiga ini mengenai kitalah yang mengelolah waktu bukan waktu yang mengelolah waktu. Saya diajarkan bagaimana menanggapi keperluan-keperluan mulai dari penting-mendesak (Q1), penting- tidak mendesak (Q2), tidak penting mendesak (Q3) dan tidak mendesak, tidak penting (Q4). Kita biasanya akan terkecoh untuk Q4. Sementara saya berpikir baiknya adalah mengerjakan Q1. Namun ternyata orang efektif akan mengejakan Q2, karena posisi Q2 akan lebih besar dibandingkan Q1, Q3 dan Q4.



Jamin deh kalau kita udah bisa melakukan 3 kebiasaan ini, kita akan mulai tak bergantung dengan orang lain. Eh, tapi kalau tidak bergantung jadi egois dong?  NAH, ITU DIA! Makanya kita perlu tau lagi 4 habit lainnya. Dimana habits 4-6 adalah Public Victory atau kemenangan bersama. Apa aja sih? Penasaran? Tunggu besok ya.




28/04/17

Bertengkar Lagi?! *Yogyakarta Never Ending #Part6*

Suara itu masih terdengar. Kadang menghilang, kadang terdengar lagi. Gue berusaha menutup telinga.Ya Tuhan! Gue gak kuat. Mau pura-pura gak denger, masih aja terdengar. Tiap buka mata kamar juga masih gelap. Ini sudah keberapa kalinya gue terbangun dan belum ada tanda-tanda pagi akan datang. Gue cuma berharap suara itu menghilang.
                “Ting-ning-ning, ting-ning-ning,” tiba-tiba terdengar suara sayup-sayup yang semakin mengencang.
Maaaak, ini suara apalagi?! Oh ternyata suara alarm. Suara alarm dari mana ya? Oh, dari HP nya Oknum ADP. EH, TUNGGU?! Kok bisa? Memangnya HP-nya sudah bisa nyala? Mata gue langsung melek nyala. Memeriksa HP-nya, sementara oknum ADP masih tertidur pulas. Oh, men! Ternyata Oknum ADP sudah menyala penuh. Kok gue bete yak?
Sekarang sudah jam lima pagi ternyata. Gue kemudian membangunkan si Oknum ADP dan dia tetep ngulet-ngulet gak mau bangun. Ini kok gue jadi merasa bete ya? Jadi merasa kayak bangunin si adek di rumah kalau disuruh solat subuh malesnya minta ampun? Padahal beliau janji mau ngajakin gue subuh-subuh ke kebun Buah Mangunan dari beberapa bulan yang lalu.
Yaudahlah daripada ribut lagi, gue diemin aja oknum ADP tidur lagi. Tapi….. tapi…. Jadi gue gak akan bisa tidur dong kalau suara ngoroknya beliau dari tadi malam itu masih berbunyi juga? Untungnya setelah pagi menjelang beliau gak ngorok lagi. Kok bisa ya beliiau gak ngorok, kalau pagi? Aneh.  Jam 9 pagi  gue mulai kelaperan, maklum dari kemarin siang cuma isi cilok tiga ribu.
Oknum ADP kemudian izin balik ke rumah setelah gue selesai makan nasi yang beliau bawa tadi malam.
“Han, ada baju yang mau di titip jemur gak?”
“Emang boleh?” tanya gue seneng. Ternyata selain galak oknum ADP berhati ibu peri juga. Bhaha. Gak sekalian cucian mas? dalam hati pengen banget ngomong kayak gitu.
“Boleh lah, supaya cepet kering. Eh, asal daleman jangan dibawa juga, malu tar ditanyaain ibu,”
“Ye, siapa juga yang minta jemurin daleman aku! Baju yang basah aja kali, makasih ya mas,” kalau dipikir-pikir ini tar yang jadi istri Oknum ADP pasti bakal bahagia ya, beliau siap siaga banget, bisa jadi driver, bisa jadi porter, bisa jadi guide dan bisa jadi mas-mas loundry juga. Bhahahah. Ampun mas, ampuuun! Semoga doi gak baca blog gue.
“Iya, satu jam lagi ke sini harus udah beres yak. Awas belum mandi sama dandan!”
“Siap Bos!”
Gue mandi setelah oknum ADP pergi.  Sebagai bundadari gue masih sempat maskeran, luluran dan dandan. Gue rasa udah lebih dari 1 jam, tapi Oknum ADP belum juga muncul. Beliau kenapa ya?
Gue mulai nonton TV untuk membunuh waktu. Tapi kok ya berasa lama banget. Gue mulai kehausan. Gak ada HP. Ya Tuhan gue jenuh! Apa gue pergi sendiri dulu kali ya, ke luar beli minum daripada kelamaan?  Beliau kemana sih? Perasaan waktu itu bilang penginapan yang gue pesen deket rumah beliau. Akhirnya gue memutuskan keluar kamar. Jeng-jeng! Gue baru inget gue gak ada alas kaki dan oknum ADP gak meninggalkan apapun. Terus gue mau beli minum harus gimana? Gue udah gak sanggup. Apa gue minum air keran aja ya? Oke mending masuk kamar dulu biar tenang.
Gak beberapa adzan dzuhur terdengar nyaring. Astagfirullah! Ini mah beneran kelewatan. Apanya yang sejam ini bahkan gue rasa udah hampir 3 jam.  Ya Tuhan, ini jam berapa sih? Gue haus banget. Ah, bodo amet ah nyeker aja! Cari warung, atau cari minimarket beli minum dan sandal jepit. makan siang di rumah oknum FV(katanya sih deket sama penginepan tapi gue gak tau di daerah mana), masalah kelar. Sebodo amet deh masalah jalan-jalan.
Gue keluar kamar penginapan nyeker. Diliatin sama abang becak, diajakin nebeng sama abang becak. Maaf ya bang, kalau nebengnya gratis saya mau, kalau enggak mending nyeker aja deh. *pelit* Kaki gue mulai perih-perih gatel ketusuk kerikil-kerikil kecil di aspal. Setelah kayak orang ling-lung setengah gembel ge berhasil menemukan mini market. Mas-mas kasirnya ngeliatin gue. Bodo amet lah, udah gak punya muka juga gue. Gue kemudian milih-milih sandal jepit yang ada, beli air mineral 1,5 liter dan jajan cantik. Terus balik masih dengan perasaan dongkol. Awas aja ini kalau oknum ADP belum datang.


picture available at http://cecepodimzaidan.blogspot.co.id

Gue menghembuskan nafas siap melepas emosi ketika gue liat ada motornya. Dari bawah kelihatan beliau lagi duduk di kursi luar sambil ngetuk pintu kamar dengan malas-malasan.
“Ngapain ke sini?” tanya gue setengah menjerit dengan muka jutek dan emosi. Abis itu langsung buang muka. Bodo amet! Gue ngambek. Gue kemudian buka minun karena kehausan. Itu air mineral 1,5 liter langsung habis gue minum. Gue diem, gak mau ngadep kea rah oknum ADP
Mau tau selnajutnya? Ma tau? Kita tetep jadi jalan-jalan ke air terjun, tapi yaitu selama di jalan diem-dieman. Hadooh, gak sanggup kadang kalau punya temen kayak gini. Kan judulnya gue yang kesel, gue yang ngambek, kenapa doi yang diem? Sampe akhirnya gue berusaha demokrasi dan nanyain alasan kenapa beliau telat.
Dijawab dengan kata-kata sengit. “Kamu gak perlu tau!”
Jeng-jeng,saya emosi! Bhahaha. Jadi keinget pertengkaran orang lain yang selalu mengisi hidup saya selama beberapa tahun ini. Jadi begini ya rasanya, bertengkar dengan keinginan pada mau menang sendiri? Sekarang aja udah kayak gini gimana nanti? Saya gak kebayang, tiap dbayang jadi takut. Tar kalau punya pendamping hidup dapetnya yang model kayak gini gimana ya? Sekarang sih enak gak ada yang liat, nanti kalau pudah punya anak gimana? #nahloh gue OOT banget. Bhaha
Intinya satu! Harus saling ngalah. Harus saling peduli. Gak boleh saling egois. Inget anak yang cuma jadi saksi bisu nangis di balik dinding kamar dari pertengkarang-pertengkaran kalian. #nahloh *ini apa yak? Makin gak nyambung* bahaha

15/04/17

Antara Trauma, Prinsip, dan Toleransi *Yogyakarta Never Ending #Part5*




Hujan deras tiba-tiba mengguyur! Oknum ADP hanya bawa 1 ponco. Subhanallah ya~ Banyak doa aja sekarang mah. Baju yang tadi udah mau kering, sekarang basah lagi guys! Gue udah mulai klenyeng-klenyeng ditambah efek dismenore gue yang belum selesai. Setelah kurang lebih setengah jam, hujan mulai mereda. Oknum ADP memutuskan  untuk melepas Ponco, ternyata beliau gak suka pake ponco. Hahaha.
                Kami melanjutkan perjalanan. Hari mulai gelap dan gue gak tau itu jam berapa. Adzan magrib mulai berkumandang. Beberapa saat kemudian hujan deras kembali mengguyur. Kami menepi di salah satu warung yang sudah tutup dan duduk di kursi.
                “Kenapa?” tanya Oknum ADP
                “Gak apa-apa, lucu aja liat mas. Mukanya udah semerawut, gak keliatan jelas karena gelap, mas nyeker lagi,”
                “Yang pentingkan ujan-ujan gini syahdu,”
                “Yakin Syahdu? Mas kan takut petir, hahaha”
                “Udah yuk, lanjut lagi, udah mau reda,”
                Oknum ADP kemudian melipat ponco-nya ke dalam motor. Gue kemudian duduk di belakangnya. Motor kembali melaju. Kali ini dengan kecepaatan penuh. Masih ada sekitar 25 Km lagi untuk mencapai pusat ibukota. Sayangnya hujan deras kembali mengguyur. Hawa dingin kembali menusuk tubuh gue.
                “Han, aku gak pake jaket hujan udan tanggung basah kuyup tinggal 22 Km lagi ini. Kamu mau pake jaket hujannya?” tanya oknum ADP kala itu. Jaket Hujan yang oknum ADP sebut itu maksudnya ponco.
                “Gak usah, mas. Gak apa-apa,” jawab gue bohong. Ya gimana ya, kayak gak sopan aja gitu empunya jaket ponco ujan-ujanan terus gue yang pakai buat menghindari hujan. Tadi sandal jepit, masa sekarang ponco juga?”
                Gue menggigil gak ketolongan. Gue berusaha mengalihkan pandangan gue dan ternyata oknum ADP juga menggigil kedinginan. Cuma gue doang tapi kayak anak kecil yang menggerutu dalam hati. Padahal gue tau yang paling kedinginan pasti yang di depanlah, yang belakang tinggal berlindung di belakang. Gak tau ada angin apa tiba-tiba gue meluk beliau dari belakang mungkin supaya beliau gak kedinginan, atau juga sebaliknya. Walaupun gue sempet trauma dan punya prinsip untuk menghindari sentuhan dengan orang-orang sekitar ternyata gue bisa tuh nempel sama orang lain.
                Hampir setengah jam lebih hujan-hujanan, tiba-tiba motor berhenti. Gue pikir udah sampe. Kam**et gue ketipu ternyata lagi isi bensin dulu. Hahaha. 22 Km itu gue berasa di dunia virtual lomba racing, kedinginan, basah-basahan, badan masih lengket kena air asin dan motornya melaju kencang. Entah itu momen terkonyol atau momen termanis yang pernah ada. Bhahaha.

4e8159528c9dbb1d05ad9dcbead9f56783599606.jpeg (1000×562)

Akhirnya setelah sampe penginapan tanpa basa-basi gue langsung tanya tentang resrvasi kamar. Syukurlah kagak perlu ake kode booking.
                “Mas, Yuk masuk. Maaf ya, gara-gara jadi aja sepatu kamu basah kuyup kena hujan. Ditinggal aja mas sepatunya,” ucap gue sambil setengah menjerit, supaya pegawai penginapannya tau si Oknum ADP nyeker karena sepatunya basah. Padahal karena sendalnya dipakai gue. Maklum mantan pemain teater.

                Sejujurnya gue amat sangat kedinginan, kaki gue udah mati rasa dan gue pengen tidur. Ditandain ya pengen tidur bukan pengen mandi. Bhaha. Tapi gue harus ngecek, berharap masih beberapa baju di tas yang gak basah. Untungnya masih ada baju dan jaket yang gak terlalu basah. Gue buru-buru mandi biar bisa tidur nyenyak. Ternyata oknum ADP masih di kamar hotel. Gue suruh mandi aja, kasian badannya keliatan menggigil. Jaket gue biar beliau pakai dulu deh, kasian soalnya abis mandi tapi masih pakai baju basah kuyup tadi.
                Gue udah mau tidur pas Oknum ADP selesai mandi. Beliau mulai minta yang macem-macem ke gue.

                “Han, mau itu….”
Gue diemin aja lah pura-pura tidur. 

                “Haaaan..” panggil beliau setengah berbisik di samping telingan gue. Bodo, sabodo teuing, gak tau apa gue lagi lemes.

                “Han, plis. Kenapa sih ngak mau?”
                “Mas, aku capek!”
                “Tapi momen-nya lagi pas,” ucap oknum ADP maksa.
                “Mas..!”
                “Han, plissss. Mau ya?” tetep maksa
                “Mas, kalau mau pake masker lumpur cari aja sendiri di tasku, aku ngantuk!”

Yak, kalian ketipu kalau nyangka ini adalah adegan 17+. Bhahaha. Jadi waktu itu oknum ADP penasaran sama masker lumpur, kebetulan gue punya jadi ya gue bawa ke Yogyakarta, biar beliau bisa coba.

                “Yaudah gue balik aja!”
                “Iya udah malam juga,”
                “Kamu mau dibawain makan malem gak?”
                “Gak usah, aku gak laper. Aku capek,”
                “Yaudah terserah!”
                “Yaudah,”

                Gue tau sebenernya oknum ADP pasti marah sama gue karena gue yang cuek dan memilih tidur. Tapi gue seneng sama sifat beliau yang seperti ini. Seenggaknya beliau mau toleransi gak maksain keinginannya. Kita boleh punya keinginan ini dan itu, atau kadang berbeda pendapat dengan orang lain tapi seenggaknya dengan saling menghargai dan gak mengusik orang lain kan bakal lebih tentram. *ini gue lagi ngomong apa dan lagi ke sambet apa ya?” :P

                Gue terbangun karena mendengar suara orang mengetok pintur. Jadi inget cerita temen yang pernah backpacker ke Bali dan malamnya pas nginep kamarnya diketok-ketok. Ternyata yang ngetok kamar gue itu oknum ADP. Gue gak tau ini jam berapa. Tapai rasanya gue udah lama banget tertidur.

                “Han, ini makan dulu. Kamu kan belum makan dari siang,”
                “Aku pikir siapa tau! Aku udah gak laper,”
                “Makan ya, nanti kamu sakit,”
                “Enggak aku cuma ngantuk doang kok. Besok pasti udah gak apa-apa.
                “Kamu jadi mau maskerin aku gak?” tetep ye, bela-belain balik ke penginapan cuma karena mau cobain pake masker. -___-
Oknum ADP udah ambil posisi di kasur sebelah, kebetulan dapet kasur yang double bed.

                “Yaudah-yaudah aku siapin dulu maskernya,” gue akhirnya beranjak nyari itu masker.
Gara-gara tadi Oknum ADP ngetuk pintu gue jadi gak bisa tidur lagi. Pelan tapi pasti gue mendengar suara gak beres dari kamar ini.  “Ngok-ngooooook…ngooorrrrk…”

“Mas?”
“Ngggoooork, ngoooook,”

OKNUM ADP udah tewas tertidur pulas. -______-


#bersambung