30/03/14

The Great View of Tanjung Pinang *Singapure-Batam-Tanjung Pinang Part 5*


Wohho, apa kabar? Gue akhir-akhir ini lagi sibuk jadi pengangguran nih, hahaha. Dan tulisan tentang perjalan random gue Singapure-Tanjung pinang belum tuntas-tuntas juga. Maaf ya ceritanya kalau enggak ngurut, soalnya penulis udah lupa ingatan tentang rangkaian kegiatannya, makin udah lama banget ini ceritanya *kayak ada yang baca*.

Gue punya satu tempat recommended banget di Pulau Bintan. Hayo siapa yang tau sama Pulau Bintan tunjuk tangan? :P Pulau Bintan merupakan salah satu pulau di Kepulauan Riau yang di dalamnya terdapat kota Tanjung Pinang, Trikora dll. *percayalah gue juga baru tau pas ke sana, gue pikir Tanjung Pinang itu adalah salah satu pulau di kepulauan Riau* :P

Karena gue anak pangan gue akan membahas tentang wisata kuliner di sana. *najong gini aja gue ngaku anak pangan* gue gak tau deh nama tempat itu apaan, pokoknya itu tempat terletak di dekat Pelabuhan Tanjung Pinang dan tepat di depan Kantor Walikota kalau gak salah. Sepanjang batas pantai itu setiap malam akan ada wisata kuliner, mulai dari sate padang, mie aceh, mie lendir dan masih banyak lagi.

Ini dia nih pemandangan kota sebelum gelap, di sepanjang jalan ini pada malam hari akan dipenuhi wisata kuliner


Yang menarik tempat ini mengambil view langsung ke pantai dan di depannya langsung terpapar pemandangan Pulau Penyengat *pulau bersejerah* yang kece banget. Kita bisa memandangi matahari terbenam dari Pulau Penyengat.  Kalau kita datangnya habis magrib juga akan kecewa dengan view bintang bertaburan dilangit yang kerennya Allahhuakbar banget, men!
ini pemandangan Pulau Penyengat dari Pulau Bintan
1
2


3
4

5
6
7
8

*inilah suasana dari matahari mulai terbenam hingga gelap malam*  


Walaupun tempat duduknya hanya terbuat dari plastik dan hanya dilingkupi payung di atas meja kayu, inilah menurut gue tambah membuat eksotis tempat ini.  persis di café-café daerah Jimbaran lah. Lebih kecenya lagi di beberapa spot ada layar tancepnya sodara-sodara. Menurut pengakuan Ibu Rosa salah satu pedagang di sana layar tancep itu biasanya memutar beberapa film, namun sering kali lebih menampilkan pertandingan bola. Karena pas gue ke sana ada pertandingan bola semua layar isinya pertandingan bola.

oknum JTK dan APL
 

*dari payung belum di pasang sampai udah dipasang*


Suasana di sana cukup ramai mungkin karena gue ke sana pas malam minggu kali ya. Tempat duduk penuh di isi orang-orang mulai dari pasangan muda dan anaknya, terus yang pacaran sampai yang kumpul bareng sahabatnya atau yang kayak gue juga ada, jadi orang ketiga antara oknum APL dan JTK. Setiap malam minggu memang ramai karena ada pasar malam juga. Pokoknya kalau mau romantisan-romantisan di sana bisa lah, ya! *gue aja di sana sambil ngebanyangin kencan sama orang Aceh, entah siapa* *Lagi-lagi kode entah ke siapa* :P

Membicarakan soal biaya, harga makanan di sini cukup murah dengan budget 20 ribu sudah dapat menikmati makan dan minum. Makanan/minumannya per-item sekitar 8-20 ribu. Ada nih satu makanan yang kalau ke sana, lo mesti kudu nyobain. Jangan salah kira gue cuma nyuruh-lo-lo pada nyobain pisang goreng keju susu. Eits, tapi jangan salah ini pisang rasanya ajib banget! Udah enak banyak lagi porsinya. Coba tebak harganya berapa? Cuma 10 ribu sodara-sodara! Cuma satu kurangnya lama banget adanya, jadi setelah gue hampir menunggu 15 menit untuk menunggu pisang goreng tersebut langsung lenyak dalam jangka waktu kurang dari 5 menit sama oknum APL dan JTK.

nah, ini dia Pisang gireng yang ajib banget itu!

Pokoknya kalau ke Tanjung Pinang jangan lupa mampir ke sana ya! Oh ya, satu lagi, kita gak perlu bayar untuk nongkrong di sana, cukup beli minum atau makan di sana maka kita sudah bebas semalaman untuk nongkrong di situ.


*BERSAMBUNG*


17/03/14

Kita Sering Lupa untuk Bersyukur *Singapore-Tanjung Pinang-Batam Part 4*

            
Akhir-akhir ini warga Indonesia diresahkan dengan kondisi alam yang tidak dapat ditebak. Hujan terus menerus mengguyur daerah Jakarta dan Bandung dari pertengahan September lalu. Hujan sempat terhenti beberapaminggu, namun akhir-akhir ini hujan deras semakin merajarela. jika beberapa bulan yang lalu banjir hanya melanda ibukota kali ini sebagian daerah Bandung pun ikut terendam. Rumah saya sendiri yang tertetak di perbatasan Jakarta Selatan dan Tangerang Selatan tidak terkena dampak banjir. Tetapi jika ditanya apakah rumah saya ikut tergenang air maka saya dengan pasti menjawab, Ya.

Rumah yang telah saya tempati dari kecil, kini bocor di beberapa bagian. Yang paling parah adalah loteng kamar kakak saya hingga bolong dan setengah rubuh karena hujan angin yang mendera rumah saya. Semua penghuni rumah terutama orang tua saya mengeluh karena tidak punya penghasilan lebih untuk memperbaikinya. Jika keluarga saya mengeluh bagaimana dengan keluarga lain yang rumahnya benar-benar terendam banjir?

Bicara soal mengeluh, saya hanya tersenyum. Saya akui saya juga letih dengan hujan yang terus mengguyur. Tapi bukankan Tuhan menciptakan manusia bukan hanya untuk mengeluh tapi juga untuk bersyukur?

Ironisnya ketika Jakarta dan Jawa Barat terkepung oleh hujan sebagian besar wilayah Sumatra terkepung asap. Jauh sebelum kasus kebakaran hutan di Riau terdengar, sebulan lalu saya sudah di sambut oleh panasnya udara dan gersangnya tanah sertanya hitamnya pepohonan di sekitar jalan raya saat saya berkunjung ke Kepulauan Riau (Pulau Batam dan Pulau Bintan).  Eits, saya tidak sedang membicarakan Riau yang saat ini ramai dibicarakan tentang kasus kebakaran hutan yang diduga adanya oknum-oknum tertentu. Saya sedang membicarakan Kepulauan Riau! Saat itu saya baru sampai di pelabuhan nongsapura (Batam) menuju Pelabuhan pungur (Batam) untuk dapat menyeberang ke Pulau Bintan (Tanjung Pinang). Saya sempat bertanya kepada Pak Mahmud (kalau tidak salah) saal seorang supir bluebird di Batam, apakah sempat terjadi kebakaran di daerah ini. Beliau hanya tersenyum kecil, menurutnya kebakaran ini sudah biasa karena  sudah hampir dua bulan lebih Batam tidak diguyur hujan. Semakin panasnya kebaran pun sering terjadi. menurut Pak Mahmud juga api sering hidup sendiri kemudian mati ketika sudah habis membakar pohon atau tertiup angin.

Saya kala itu tidak percaya dengan pernyataan pak Mahmud sampai saya temui sendiri kejadian nyatanya di Pulau Bintan. Saat itu saya sedang perjalanan dari Tanjung Pinang menuju Pantai Trikora. Di tengah perjalan ada asap tebal yang mengepung jalanan sepi itu api kecil terus berkobar. Daerah itu cukup sepi sehingga tidak ada orang yang berlalu lalang dan tidak ada yang peduli dengan kebaran itu. Seperti Pak Mahmud bilang kebakaran itu sepertinya sudah menjadi rutinitas di sana hampir dua bulan lebih.

Pamandangan saat memasuki asap sisa kebakaran  (Dokumentasi Pribadi)

Lokasi kebakaran ini terlatak dekat dengan pantai (Dokumentasi Pribadi)


saya tak sanggup jika suatu saat nanti saya mendengar Pantai Trikora ini terbakar  (Dokumentasi Pribadi)
 

Sudah begitu haruskah saya mengeluh tentang keadaan keluarga saya ataupun tentang ibu kota yang terus di guyur hujan? Bukankah saya seharusnya bersyukur masih merasakan dinginya udara dan tumpah ruahnya air? Sementara sebagain daerah seperti kepulauan Riau kekurangan air? Bukankah saya harusnya bersyukur masih bisa bernafas dengan sehat tanpa adanya abu sisa-sisa erupsi yang harus dihirup warga di sekitar Gunung Kelud ataupun Gunung Slamet?

Well, percayalah seberapa susahnya kita saat ini, seberapa tidak mampunya kita saat ini, seharusnya kita tidak mengeluh, seharusnya kita bersyukur karena Tuhan masih memberikan karunianya yang begitu besar. Kita terkadang lupa akan hal itu dan cenderung meperbesar-besarkan keluhan sehingga karunia Tuhan yang lainnya terlupakan.     

04/03/14

Uang Menentukan Segalanya * Singapore-Tanjung Pinang-Batam PART 3*

                Yeh, lanjut lagi sama cerita yang kemaren. Yes, gue dan oknum APL+JTK sudah singgah di Singapure. Untuk antisipasi segalanya biar gak terjadi hal-hal semacam di bandara. Sesampainya di Changi airport kami langsung lanjut ke Tanah Merah menggunakan MRT untuk dapat membeli tiket ferry Singapure-Batam. Karena gue baru pertama kali ke luar negri jadi noraknya itu loh langsung keluar. Ngeliat mesin pembelian tiket otomatis aja gue takjub. Liat gimana si uang kertas dimasukin dan keluar tiket di lubang kiri atas serta uang receh kembalian dr lubang bawah. *lupakan ke norakan gue*

Sesampainya di Tanah Merah gue mesti naik bus lagi menuju Ferry Harbour. Gue lupa naik bus nomor berapa kalau gak salah sih nomor 35. Tenang aja di Singapure mah gak akan nyasar, di setiap halte ada nomor bus serta peta perjalanannya kok.. J sesampainya di pelabuhan kami menghampiri salah satu agen travel untuk membeli tiket. Bukan, bukan harga yang pertama kami bicarakan secara bisik-bisik, tapi apakah si petugas yang berbaju wanita dan berwajah lelaki itu pria atau wanita. Mukanya sangar banget, men! Melirik ke petugas lain di sampingnya atau yang ngurus administrasi di bagian dalam wajahnya semodel semua. Jangan-jangan……

Karena diantara gue dan oknum APL+JTK yang paling gak fasih berbahasa Inggris cuma oknum APL jadilah dia yang menanyakan ke mbak-mbak itu. #Dusta *percayalah oknum APL yang paling fasih* saat mbak itu menawarkan harga tiket ke Batam kami kembali syok, 25 DS/orang. Kemudian kami keluar perlahan dari agen tersebut. Gue dan oknum JTK masing-masing hanya membawa uang 72 DS sementara perkiraan penginapan  20DS perhari, kami nginep 2 hari. Terus tadi jalan naik MRT dan bus saja sudah habis seorang 4DS perorang dan ini masih hari pertama. Udah mau nangis. Masa di Singapure cm numpang tidur? :(

Kami akhirnya ke agen travel lainnya dan sepertinya memang sudah harga net, untuk ke Batam 25DS. Sementara ada perjalanan baru Singapure-Tanjung Pinang 28DS. Sempat bingung sih, soalnya Kak Mimi rumahnya di Tanjung Pinang. Tapi 3DS dengan bermodal 72DS itu sangat lumayan, percaya lah. L karena dolar Singapure kala itu lagi mahal-mahalnya 9600 rupiah, cuy! Akhirnya kami memilih naik ke Batam, dengan anggapan Kak Mimi bisa jemput di Batam.
 
          muka  lemas sehabis mengeluarkan uang 30SD dihari pertama

Kami memilih agen travel yang pertama tadi, yang petugasnya gahar-gahar itu. Karena kami gak tau apa-apa tentang Batam dan mungkin karena kami juga gak ngerti bahasa si mbal-mbak itu. Dia menggunakan bahasa Ingris-melayu, campur-capur lah pokoknya. Jadi aja pas dia bilang pembelian tiket menuju Nongsapura kami oke-oke aja.

Dengan perasaan lemas, syok tak berdaya, kami langsung menuju Bugis street tempat kami akan menginap (dan masih gak tau mau menginap di hostel/hotel mana). Bus yang membawa kami kembali ke Changi Airport penuh dengan penumpang. Maklum, waktu itu sudah sore dan matahari mulai menyingsing. Setelah menaiki bus kami kemudian naik MRT lagi menuju Bugis street.
untung kebagian tempat duduk :)

Sesampainya di sana kami kembali dibingungkan dengan tempat penginapan. Si oknum JTK dengan pedenya jalan tanpa nanya seoalah tahu jalan. Malam mulai menjelang dan hostel belum juga di temukan. Kami sudah berjalan kurang lebih 20 menit tanpa menghasilkan apapun. Gue malah kesenengan sendiri lihat durian montong besar dijual dengan harga 5DS.

“Na, durian na, durian!” ucap gue malah asik mencium bau durian yang memikat.
Iya, han. Iya! Beli ya ntar!” ucap oknum APL tak kalah semangat. “lupa kalau kita duitnya sekarat.

 Karena malam sudah menjelang, oknum APL kemudian mulai mengeluarkan ke ahliannya untuk bertanya. Mulai nanya sama orang Singapure hingga orang india. Masuk keluar mall menanyakan tempat penginapan terdekat. Gue yang sudah kelelahan memutuskan menunggu di luar mall. setelah oknum JTK dan APL kembali dan tidak membawa hasil apa-apa. Tiba-tiba gue ngelihat ke arah atas sebuah ruko di seberang jalan mall, sepertinya itu sebuah pengunapan.  Di bawahnya ruko itu penuh dengan tempat makan. Saat gue ingin memberitahukan kedua teman gue itu, ternyata di bawahnya memang bertuliskan Backpacker Cozy Corner. KAMPRET! Dari tadi nyariin ternyata tempatnya ada di depan mata namun tak terlihat.

Kami kemudian langsung saja mendatangi penginapan itu. Setelah selesai reservasi kami mendapatan kamar di lantai 3 no 33. Harga penginapan itu 20DS/ malam dengan model dormitori, kasur bertingkat dua dan sekamar untuk berempat orang. free breakfast and wifi. Karena kami cuma bertiga jadi pada hari pertama kami sekamar dengan orang Korea. Lumayan manis, putih, tinggi, sipit, rambut kriting dan coklat. Gue curiga kalau oknum NAO jadi ikut pasti dia kesemsem gila sama orang ini.


 

 

suasana malam hari di Bugis street (perayaan imlek masih terasa kental meskipun sudah lewat)


Malam harinya, setelah berbenah, mandi dan makan popmie. #sedih Kami keluar untuk jalan-jalan dan mencari penginapan di Litle India yang katanya lebih murah. Selama jalan-jalan malam ini tingkah laku si oknum JTK yang baru akhir-akhir gue kenal mulai ketahuan. *devil Laugh* . Sambil mencari juga kami sambil foto-foto di spot yang kece. karena saat itu baru beberapa minggu setelah perayaan imlek, berbagai orname-orname khas China masih banyak menghiasi jalan. Kami jalan lurus entah kemana-mana dan tidak menemukan juga tempat penginapan. Sepertinya sih kami berjalan sudah sampai daerah Litle India karena banyak orang India dan makanan India. #nahloh. Tapi kami tidak menemukan tempat penginapan. Ketemu sih, bagus kece, setingkat bintang dua mungkin. Namanya sih Backpacker apa gitu ya lupa, tapi harganya itu loh 45DS. *Die* gue gak tahu deh nasib gue 2 hari mendatang di Singapure gimana.  :(


   

tingkah laku oknum JTK mulai terungkap #kaboor



*BERSAMBUNG*