22/06/17

Puasa Bersama Bu Lilis

Ini kisah saya saat berpuasa di Natuna. desain rumah khas merupakan cirri khas desa Pengadah. Hanya ada hitungan jari rumah yang sudah perpondasi bata dan dan beton. Salah satunya adalah rumah dinas guru, tempat saya tinggal bersama Kak Deviana. Beliau yang akrab disapa Kak Dev adalah salah satu guru honorer di sekolah. Fasillitas rumah dinas guru sangat lengkap, 2 kamar dan 1 kamar mandi.

Ada perbedaan yang nyata antara dusun di desa Pengadah.  Dusun satu terletak menjorok ke pantai sehingga sebagian besar kakus mereka hanya berupa dipan yang airnya langsusng turun ke sungai pinggir pantai. Sementara dusun dua terletak di jalan utama sehingga beberapa warga sudah memiliki kamar mandi. Sementara yang belum ada biasa menggunakan pemandian umum yang tersedia dekat dengan masjid.

Bulan puasa ini sangat berbeda dengan puasa-puasa saya sebelumnya. Jika di tahun-tahun lalu saya sibuk mengurus marjan dan biskuit kalengan. Tahun ini saya sibuk dengan site visit dan keberlangsungan acara Festival Anak Natuna. Kami memiliki ide untuk keliling Pulau Bunguran, tepatnya keliling SD di desa yang ada pengajar mudanya, dimana kami akan menginap dan bersosialisasi dengan warga desa.

Salah satu desa tempat saya bermalam adalah desa Teluk Buton. Desa ini adalah desa tetangga. Meski desanya bersebelahan dengan Desa Pengadah, Desa Teluk Buton memiliki Kecamatan yang berbeda. Berkunjung ke Desa Teluk Buton sudah sering saya lakukan. Biasanya saat menjemput atau mengantar pulang Fenty ibadah minggu. Tapi untuk menginap adalah pengalaman pertama saya.

Saya menginap di rumah Bu Lilis, salah satu guru di SDN Teluk Buton. Ada rasa takut menyelimuti saya ketika itu terlebih saya hanya pernah berbicara singkat dengan Bu Lilis. Maklum saya memiliki ketakutan tersendiri jika berkenalan dengan orang baru.

Rasanya senang bukan main ketika Bu Lilis telah menyediakan kue beranekaragam saat menyambut saya datang. Eh, salah deh, saat menyambut magrib untuk iftar. Ada kebiasaan unik di Natuna, yaitu bertukar takjil dengan tetangga. Jadi kita hanya perlu membuat satu menu takjil saja. Voila! Saat iftar sudah penuh dengan kue takjil yang beranekaragam, hasil tukar-tukar dengan tetangga.

Buka puasa kali itu terasa manis sekali, maklum dari hari pertama puasa saya dan teman-teman sudah disibukkan dengan rencama site visit di kabupaten. Bu lilis adalah guru sekaligus ibu rumah tangga pada umumnya. Suaminya adalah sekertaris desa sementara anaknya Adhan yang berusia 5 tahun tinggal  bersama neneknya di desa lain. Adhan hanya pulang ke rumah saat libur sekolah.

Setiap wilayah pasti punya keistimewaannya sendiri. Dulu saat kuliah dan menetap di Jatinangor solat tarawih dengan witir berlangsung selama 23 rakaat. Di desa Teluk Buton bahkan adzan Isya baru berkumandang jam delapan malam. Saya rasa tujuannya agar warga bisa iftar lebih lama dengan keluarga. Berbeda dengan solat tarawih di rumah saya, di Teluk Buton solat tarawih berlangsung tanpa di selingi ceramah.

saya bersama Bu Lili di depan SDN 005 Teluk Buton 


Sepulang solat tarawih saya sudah disiapkan kamar sederhana plus tikar oleh Bu Lilis. Rumah Bu Lilis sangat sederhana dengan desain kayu, tak dapat dibandingkan dengan rumah dinas guru yang saya tinggali. Di rumah Bu Lilis hanya ada 1 kamar. Bu Lilis berbaik hati untuk membatasi sekat dan di lindungi gorden agar saya bisa bermalam. Bu Lilis juga tak segan-segan menyediakan kipas angin agar saya tidak gerah. Sederhana, namun sangat membekas.

                Meski hanya bermalam sehari. Bu Lilis benar-benar menganggap saya seperti anaknya sendiri. Bu Lilis benar-benar mengagetkan saya dengan variasi makanan yang beliau siapkan saat sahur. Padahal selepas tarawih beliau mengeluh sesak nafas. Bu Lilis juga tak segan-segan meminta saya untuk mencuci piring. Tentu saya sangat senang saat itu, bagaimanapun saya merasa dianggap keluarganya sendiri meski hanya bermalam 1 hari.


                Kehangatan keluarga Bu Lilis masih terasa hingga hari ini. Meskipun hanya satu hari saya mau menangis, tak rela berpisah ketika harus menuju desa lainnya. Saat lebaran datang beliau juga mengundang saya untuk berkunjunga ke rumah beliau. Saya sangat terharu saat beliau menyguhkan pempek buat saya. Mungkin rasa tak senikmat buatan ibu di rumah, namun mampu membangkitkan rindu saya akan suasana lebaran di rumah bersama keluarga besar. Tanpa terasa waktu berlalu. Kejadian itu sudah berjalan satu tahun yang lalu, namun kehangatan Bu Lilis kepada saya masih terasa hingga hari ini.

17/06/17

Story Telling Anak SD untuk Wisatawan Yacht?

  
Siapa bilang pariwisata tidak ada hubungannya dengan pendidikan? Siapa bilang anak-anak di ujung utara Indonesia tidak dapat bertemu dengan warga negara asing? Pun tampil dengan elok di depan wisatawan mancanegara?

Sail Malaysia Passage to the east atau lebih akrab dikenal oleh warga lokal Natuna dengan nama YACHT (Kapal pesiar) merupakan agenda tahunan yang sudah berlangsung kurang lebih selama 3 tahun. Tahun 2017 ini 25 Yacht dari berbagai turis mancanegara kembali merapatkan kapal di tepi Natuna. Yacht merupakan acara reli layar yang berangkat dari Langkawi sampai Sandakan (Sabah, Malaysia) sampai ke pantai utara Pulau Kalimantan. Para peserta pengguna yach ini biasanya 1 tahun penuh berlayar dan kembali ke negaranya saat malam natal.


 Di kepulauan Riau sendiri Kabupaten Anambas dan Kabupaten Natuna yang menjadi tuan rumah. Acara yang berlangsung di Natuna ini berhasil digelar atas kerja sama antara Dinas Pariwisata Natuna dengan Kementrian Pariwisata RI. Acara inti di Natuna berlangsung dari dari tanggal 13-16 Juni 2017.

Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, Yacht kali ini tidak hanya dijamu oleh tarian-tarian khas Natuna tetapi juga Story telling dari beberapa anak-anak dari SD di Natuna, yaitu SD trans II, SD 003 Pengadah, SDN Pian Tengah dan SDN 02 Kelarik. Jumlah total anak-anak 7 orang. Selain Story telling anak-anak juga ada yang berpantonim. Story telling ini dapat berlangsung atas kerjasama Pak Erson (Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Natuna) dengan Pengajar Muda XIII Indonesia Mengajar, beserta pihak lain yan terlibat. Story telling ini bercerita tentang asal usul Pulau Bunguran.


Story telling ini sedikit berbeda dari biasanya, anak-anak SD ini melakukannya secara berkesimbungan. Uniknya, anak-anak ini baru saling kenal saat pentas. Tanpa sadar mereka saling mendukung satu sama lain. Jika awalnya mereka malu-malu dan sempat salah melihat semangat dari teman lainnya akhirnya mereka dapat meningkatkan kepercayaan dirinya.


Saya sebagai salah satu satu guru yang pernah mengajar di SDN 003 Pengadah melalui program Indonesia Mengajar tentunya bangga kepada mereka. Hasil jeri payah kecil-kecilan saya merintis ekstrakurikuler drama mulai terlihat. Apalagi saat ini ada Dita (Pengajar Muda XII) yang mengembangkan ekstrakurikuler tersebut tidak hanya dalam bentuk drama tetapi juga pantonim. Saya belajar bahwa suatu hal  kecil yang diniatkan dengan baik pasti akan bergerak maju dengan didukung oleh kesinergisan orang-orang yang memiliki impian yang sama.


Salah satu murid saya selesai berpantonim
Hal lucu yang membuat saya kagum adalah saat sesi tanya jawab antara murid SD dengan peserta yacht. Berikut ini salah satu percakapan yang dikirimkan oleh murid saya Kartini yang akrab Caca.

“Will you recommend Natuna as Vacation or Holiday destination to you’re friend?” ucap Caca tanpa jeda dan bernafas.
Dan peserta yacht menjawab singkat tapi padat  “Absolutely..!!”


Sejujurnya murid-murid saya sudah lama tak mengenyam pelajaran bahasa Inggris, terutama sejak perubahan kurilum yang tak menentu. Saya sangat senang dengan perubahan-perubahan kecil yang dilakukan oleh Dita (Pengajar Muda XII) penerus estafet ke dua perjuangan saya.






Hmmm, mau tau lebih jauh dengan Natuna? Kamu yakin tidak mau jalan-jalan ke Natuna? Yuk, cintai Indonesia! Jangan mau kalah dengan wisatawan-wisatawan asing dipenjuru dunia! Yuk, kita liburan ke Natuna!





Narasumber    : Dita Inata, Uray Anggi

Foto                 : Dita Inata, Caca

11/06/17

Bersyukur Dismenore di Natuna

Dismenore adalah suatu penyakit yang melanda sebagian besar wanita saat sedang haid. Perasaan mual, ingin muntah, nyeri sakit seperti ditusuk-tusuk, pegal-pegal di seluruh kaki dan tangan dan pusing adalah salah satu gejalanya. Saya salah seorang korban bulanannya, bahkan saya masih mengalami sakit setalah hari ke lima haid. Pengalaman ini adalah pengalaman dismenore saya yang paling ekstrim dimana saya sudah tidak bisa berpikir dan hanya bisa berdoa, “Ya Tuhan selamatkan saya!”

(17/06/16) Saya, Fenty, Anin menginap di kediaman Kak Nika, induk semang Kak Fitri dengan tujuan ke Pulau Sedanau sambil melepas lelah. Versi kali ini adalah belanja-belanja. Kami menginap di Kecamatan Batubi Jaya, Desa Gunung Putri, tepatnya di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau.

Kepala saya terasa sedikit pusing di pagi hari. Saya pikir mungkin karena kurang minum saat sahur, kebetulan saat itu sedang bulan puasa.  Jam  delapan pagi, kami menuju ke sebuah pelabuhan kecil bernama Sebuton untuk dapat menyeberang ke Pulau Sedanau. Akses dari rumah Kak Nika menuju Sebuton sebagian besar bertanah merah. Kami harus berhati-hati menggunakan sepeda motor agar tidak terjatuh. Untungnya tadi malam hujan tidak datang.


Saya jarang sekali mabuk laut, namun selama perjalanan menuju Pulau Sedanau rasa mual mulai melanda. Ditambah terik matahari yang menyengat. Alhasil baru menjelajahi dua toko, saya sudah lemas. Energi negatif mulai mempengaruh saya. Saya ingin pulang! Tapi mengingat saya pergi bersama teman-teman yang lain dan saya harus bisa empati kepada yang lain. Akhirnya saya hanya diam menghemat energi.

Fenty dan Kak Fitri kemudian mampir ke rumah makan padang untuk makan siang. Kebetulan mereka sedang tak berpuasa. Saya hanya duduk lemas, menyender di meja karena lelah. Badan saya rasanya pegal-pegal tanpa sebab. Terbesit dipikiran apakah saya haid? Tapi seingat saya belum jadwalnya. Jam 1 siang, jukong (kapal kecil) yang tadi mengantar kami ke Pulau Sedanau datang menjemput.

Beban psikologis mulai terasa saat hujan turun mengguyur lautan. Ombak kencang beberapa kali menghalangi jukong, membuat jukong terombang-ambing. Saya benar-benar pusing saat itu. Saya hanya berdoa agar cepat sampai di Pelabuhan Sebuton. Doa saya satu jam kemudian terkabul. Tapi sebenarnya dari Pelabuhan Sebuton adalah awal perjuangan sesungguhnya. Tanah merah yang tadi pagi tidak begitu licin kini dipenuhi genangan air. Perjalan yang tadi pagi dapat ditempuh dengan waktu setengah jam sekarang tak bisa lagi. Perut saya sakit bukan main ketika itu, sepertinya saya benar-benar akan haid.

Saya berdua dengan Fenty menggunakan motor matik sementara Kak Fitri dan Anin menggunakan motor bergigi. Sepuluh menit pertama perjalanan berjalan lancar. Meskipun terkadang sempat licin dan hampir terjatuh. Saya hanya bisa berdoa agar jalan aspal segera muncul. Sayangnya setelah menit selanjutnya motor saya terjatuh berkali-kali karena licin. Fenty bahkan akhirnya memilih untuk jalan kaki dan saya tetap membawa motor. Baru jalan sedikit si motor tak dapat bergerak, semakin di gas, ban motor semakin masuk ke dalam tanah merah yang licin dan becek.





 Baju saya sudah tak berwarna selain coklat. Sepatu saya penuh dengan tanah. Tangan saya sudah penuh dengan tanah karena terjatuh berkali-kali. Rasa mual, pening dan lelah menghampiri. Sepanjang jalan sepi tak ada orang, Kak Fitri dan Anin sudah entah berada di sana. Ya Tuhan, udah gak tau mau ngapain kala itu. Saya hanya bisa melantunkan nama Tuhan dan berkali-kali mengulang doa perjalanan. Saya bahkan sudah enggan melihat ke depan jalan. Karena sepanjang melihat ke depan hanya ada hamparan tanah merah.




Satu jam lebih, saya berjalan tanpa melihat ke depan. Melihat kebelakang pun hanya da Fenty yang sedang berjaan kaki. Rasanya sudah di ujung maut. Sampai akhirnya saya menemukan jalan aspal yang menandakan sebentar lagi akan sampai di rumah Kak Nika. ALHAMDULILLAH!!!




Kak Nika bahkan kebingungan liat muka saya yang pucet. Katanya bibir saya ungu banget. Gak lama setelah mandi dan bersihin motor adzan magrib pun tiba. Rasa syukur tak henti-henti saat adzan datang. Saya berhasil melalui ujian hari itu!

Saya masiih merasa mual entah mengapa. Mungkin masuk angin. Saat mau solat tarawih ternyata saya keluar Haid. Pantas saja sedari pagi perasaan mual tak kunjung hilang. Rasa syukur tak henti-hentinya saya panjatkan meski sakit tidak terkita seperti diujung hidup, ternyata Tuhan masih memberikan saya kesempatan untuk dapat puasa penuh di hari itu. Hari itu saya saya semakin sayang sama Tuhan. :)



Taken photo by : Latin PM XIII, Kabupaten Natuna

06/06/17

Leader In Me

Leader In Me! Sebuah tagline yang menginspirasi saya. Beberapa hari yang lalu saya mendapatkan pelatihan 7 Habits of Highly Effective gratis dari Dunamis salah satu vendor resmi untuk pelatihan 7 Habits. Saya yang termasuk anak deadliners sesungguhnya sangat termotivasi untuk berubah semenjak pelatihan ini. Terutama menjadi seseorang yang efektif.


Kebetulan pelatihan gratis ini hanya diadakan untuk 9 orang, kami adalah calon mentor dan calon asisten fasilitator untuk pelatihan supercamp dan kerjasama dan sekolah bimbingan untuk salah satu sekolah swasta dibilangan BSD. Pelatihan ini seharusnya berlangsung selama 24 jam atau 3 hari selama  8 jam. Tapi karena kita anaknya efektif jadi ya pelatihannya cukup 2 haru saja. *sok iye* Hahaha.

Kenapa pelatihan ini sangat menginspirasi bagi saya? Karena pelatihan ini khusus membahas 7 habits of Highly Effective for teens. Iya, 7 habits yang buat anak-anak. Jadi saya sebagai peserta ya harus mengakomodasikan sebagai anak-anak. Dalam pelatihan itu banyak banget video dan ice breaking yang buat ketawa-ketawa. Meski ini dikhusus bagi anak-anak. Saya yang sudah menjelang seperempat abad ini nambah banyak ilmu loh dalam pelatihan ini.

Tunggu dulu, kalian sudah tau 7 habits belum? Atau jangan-jangan saya sudah tulis dua paragraf di atas kalian gagal paham dengan apa itu 7 habits. Dari 7 habits ini ada kira-kira 3 habits yang saling mendukung. Yuk ah mulai akan saya bahas satu persatu ya.

Seperti yang sudah saya bilang sebelumnya ada habits atau kebiasaan yang saling mendukung satu sama lain, yaitu habits 1 sampai 3 atau sering disebut dengan private victory atau kebebasan pribadi, yaitu dari kita yang terbiasa tergantung dengan orang lain menjadi mandiri. Hayo siapa yang gak mau mandiri? Kebiasaan apa aja sih itu?



Kebiasaan 1. Be proactive atau lebih bertangjung jawab untuk diri sendiri.
Sebelum kebiasaan 1 ini, kami diperkenalkan dulu dengan personal bank account (PBA) yaitu tarikan dan setoran bagi diri sendiri. Misalnya memaafkan kesalahan diri sendiri yang masuk ke dalam setoran PBA dan memikirkan diri sendiri yang masuk ke dalam tarikan PBA.


Air Terjun..! bRRRR~

Pada kebiasaan satu, ada hal yang saya garis besar yaitu mengenai sifat kita yang proaktif atau reaktif. Kebanyak orang lebih reaktif menjawab respon yang diajukan tanpa berpikir terlebih dahulu. Manusia yang fektif adalah yang besifat proaktif yaitu berpikir kemudian baru bertindak. Pada kebiasaan satu ini maanusia efektif adalah yang mengatakan “aku bisa” bukan “aku tak bisa” dan meningkatkan lingkar kepedulian dan lingkar pengaruh. Ternyata orang efektif akan memiliki lingkar pengaruh yang besar.

Kebiasaan 2. Begin In with The End in Mind  atau memulai dari yang akhir
Kalau dikebiasaan satu kita sudah dilatih untuk bertanggung jawab, pada kebiasaan dua ini kita sudah bisa memulai mimpi atau cita-cita yang kita harapkan. Setelah memiliki cita-cita mari lah kita merancang hal-hal yang dapat menggapai hal ini. Serunya pada kebiasaan dua ini kita juga diajarkan dengan metode WIG Planner (wildly Inportant Goal). Apa sih ini?  WIG adalah semacam cara untuk mendapatkan mimpi liarmu. Rumusnya cukup sederhana:

                From X to Y by When.

Misalkan untuk saya yang punya cita-cita menjaid penulis saya merumuskan sebuah WIG.
DARI menulis bab 1 SAMPAI bab 15 tentang Natuna sampai Desember 2017 (*tolong di doain ya guys*)

Kebiasaan 3. Put First Things First
 Kebiasaan tiga ini mengenai kitalah yang mengelolah waktu bukan waktu yang mengelolah waktu. Saya diajarkan bagaimana menanggapi keperluan-keperluan mulai dari penting-mendesak (Q1), penting- tidak mendesak (Q2), tidak penting mendesak (Q3) dan tidak mendesak, tidak penting (Q4). Kita biasanya akan terkecoh untuk Q4. Sementara saya berpikir baiknya adalah mengerjakan Q1. Namun ternyata orang efektif akan mengejakan Q2, karena posisi Q2 akan lebih besar dibandingkan Q1, Q3 dan Q4.



Jamin deh kalau kita udah bisa melakukan 3 kebiasaan ini, kita akan mulai tak bergantung dengan orang lain. Eh, tapi kalau tidak bergantung jadi egois dong?  NAH, ITU DIA! Makanya kita perlu tau lagi 4 habit lainnya. Dimana habits 4-6 adalah Public Victory atau kemenangan bersama. Apa aja sih? Penasaran? Tunggu besok ya.