08/01/17

Dan Tuhan Maha menutupi Aib



Tulisan ini berasal dari percakapan saya dengan beberapa orang dengan segala kebodohan-kebodohan saya selama ini. Ada kebodohan yang tak mampu saya ucapkan dan saya rangkai bahkan hanya dalam sebuah kalimat. Kebodohan ini kerap menghantui saya, merasa saya orang yang paling berdosa, membuat saya merasa sangat amat jauh dari Tuhan, dan merasa jutaan taubat tak akan mampu Tuhan terima.   
Kebodohan ini tak ayalnya menciptakan dinding pembatas yang tinggi antara saya dan Tuhan. Kebodohan ini membuat saya kadang  malu untuk bertegur sapa dengan Tuhan. Hingga saya sadar saya tak boleh terus terlarut dalam kenangan-kenangan bodoh saat itu, hingga saya sadar menjauh dari Tuhan akan membuat saya hancur.
Dan pada akhirnya saya temui beberapa teman yang saya kira paham dan fasih tentang Tuhan dengan rasa malu saya tanyakan sedikit demi sedikit tentang ketenangan yang mungkin sudah saya lupakan.
 Tak ayalnya tangis saya pecah, ketika salah satu dari mereka berkata, “Ketenangan seperti apa lagi? Kamu kan rajin puasa, Han.”
Ya Tuhan, sebegitu putihkan diri saya di mata teman saya itu? Setelah banyak noda yang tetes kan dalam  diri saya. Sebegitu putihkan Tuhan telah menyembunyikan aib saya? Lalu mengapa saya dengan bodohnya terus menerus meneteskan noda tanpa celah di dalam diri saya, sementara Tuhan sibuk menutupinya? Mengapa saya menjauh menciptakan dinding pembatas, ketika Tuhan sedang berusaha menutupi aib saya?
                Percakapan itu saya ceritakan pula dengan 1 teman yang sungguh saya percaya, sebut saja beliau M. Kepada M juga saya ceritakan kebodohan-kebodohan yang telah saya lakukan.
 M berkata memeluk saya erat, “Han, Tuhan Maha bijaksana. Itu tandanya Tuhan sayang sama kamu. Itu tandanya Tuhan melindungimu. Itu tandanya Tuhan ingin memelukmu dalam Taubatmu. Dan tentang kebodohan yang kamu lakukan cukup Tuhan yang maha mengetahui. Jangan kamu ceritakan lagi ke orang lain. Cukup gue yang tau Han. Dan gue tau kamu menceritakan kan kebodohan itu ke gue bukan karena kamu ingin gue tau kebodohan lo, tapi karena kamu tidak tau harus meluapkan rasa sakitmu. Jagadiri baik-baik ya cantik. Banyakin istigfar, ” lagi-lagi air mata saya jatuh. Melihat begitu bijaknya  M menanggapi kebodohan saya.

Tuhan maafkan kebodohan-kebodohan saya, terlebih dengan menceritakan kebodohan saya pada orang lain, sedang Tuhan menjaganya dengan sebegitu rapat. Tuhan tolong peluk saya sejenak. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar