Kakak-kakak berbaju putih datang
ke sekolah dengan sebuah motor. Ini tentu bukan kawanan TNI yang sedari bebera
minggu lalu berdatangan dari penjuru arah menuju desa. Kakak-kakak itu kemudian
menghampiri dan menunjukkan keperluannya melalu sebuah surat kepada Pak Di.
Entah apa yang pasti Pak Iwan menemani kakak-kakak berbaju putih itu menuju
ruang kelas satu. 
|  | 
| Kakak-Kakak Berbaju Putih | 
Anak-anak kelas satu melihat
kakak-kakak berbaju putih itu dengan penuh tanda tanya. Beberapa anak dari
kelas atas yang sedang istirahat lari tunggang-langgang melihat kakak-kakak
berbaju putih. Beberapa dari mereka juga berbisik-bisik menceritakan
pengalamannya saat bertemu dengan kakak berbaju putih. Pengalaman yang tak
kalah seramnya ketika bertemu dengan kuntil anak atau hantu banyu. 
                “Bu,
anak kelas 4 ndesek suntek kan bu?”
                “Bu,
ami ndesek suntek kan bu?” tanya anak kelas tiga mengerubuni saya.
Hmm, saya akhirnya tau kakak
berbaju putih itu datang untuk melakukan imunisasi suntuk campak dan TBC. Pak
Iwan selaku wali kelas tiga menenangkan bahwa anak kelas tiga tidak akan disuntik.
Seingat saya dulu saya disuntuk hingga kelas tiga SD, entahlah.
                “Bu,
Siska takut disuntek bu. Ami ndek nak!” ucap Siska murid kelas tiga ketakutan.
Meskipun ketakutan Siska tetap saja mengikuti kakak-kakak berbaju putih itu
mulai dari kelas satu lalu ke kelas dua. Siska mengintip dari luar jendela
kelas.
                Ketakutan
mulai meraja-lela ketika ternyata kakak-kakak berbaju putih ini pergi dari
ruang kelas dua menuju ruang kelas tiga. Siska menjerit-jerit ketakutan tapi
tetap saja masuk ke dalam ruang kelas  karena disuruh Pak Iwan. Murid-murid kelas
tiga di panggil satu persatu. Ekspresi mereka berbeda-beda ada yang
terlihat  kuat, ada yang ketakutan, ada
yang malah ketawa-ketawa bahagia tidak disuntuk kerena usianya sudah di atas 10
tahun. Hanya satu yang sama yaitu wajah setelah disuntik. Lemas, pucat pasi,
tak banyak bicara dan tangan kanan memegang tangan kiri. Persis seperti kelinci
percobaannya yang awalnya loncat-loncat gelisah karena akan jadikan bahan
percobaan namun setelah disuntik akan menjadi lebih pendiam.
Melihat murid-murid lemas saya
tidak tinggal dia. setidaknya saya harus memberikan semangat pada mereka. Saya
berpikir sejenak hingga akhinya saya memilih untuk bertepuk tangan pada murid
yang telah disuntik.
|  | 
| Tata yang Bahagia Tidak disuntik | 
                “Bisou,
nde?” tanya saya pada murid kelas satu.
                “Nde,
bu!” 
                “Tos,
dulu kalau begitu..!” ucap saya mengeluarkan kelima jari tangan kanan saya.
Murid-murid yang tadinya bermuka
lemas mulai bisa tersenyum, membalas tangan saya, meski saya tau mereka masih
menahan sakit. Eva murid kelas dua mendatangi saya yang sedari tadi menghampiri
murid-murid yang telah di suntik.
                “Hai
Eva. Bahal nangis kondo?”
                “Bisou
bu,”
              “Sikit
je. Tos dulu sama ibu biar nde bisou,” saya tersenyum sambil sekali lagi
mengeluarkan ke lima jari tangan kanan saya. “Eva nde boleh sedih lagi. Eva nak
jadi dokter kan? bahal nak suntek anak-anak nanti?”         
Kosa kata: 
ndesek suntek : tidak di suntik
ami : kami atau biasanya di sini berarti saya.
Bisou, nde : sakit ga?
Nde : tidak
Bahal nangis kondo : kenapa menangis seperti itu?
Bisou : bisa
Sikit je : sedikit aja
 nak : mau



