Hmm,
perjalanan kali ini berawal dari naik kereta Matarmaja kelas ekonomi jurusan
Pasar Senen-malang kota lama. Wuhu, ini perjalan kedua gue naik kereta dengan
destini yang cukup memakan waktu. Hahaha, wong biasanya naik kereta cuma antara
Sudimara dengan Tanah abang. :P
Perjalanan
kami ini cuma modal nekat dan tekat, yap, gue mau ke MAHAMERU!!! Sebenarnya sih
takut mampus setelah ternyata 3 cowo yang fix ikut tiba-tiba ga jadi ikut. Jadilah
perjalan kali ini didominasi sama cewe-cewe kece yaitu gue, memei, dora, sasi,
dan pijol sementara kubu cowo cuma ada Au, revo dan adiknya Revo (Rubi). Kebetulan
mereka-mereka ini temen-temen MPL angkatan 8, sayangnya dari 19orang yang bisa
ikut cuma 7 orang.
Setelah
sedikit ngaret akhirnya kereta mulai berangkat jam setengah 3 kurang. Jam-jam
pertama kita-masih bawel bersenda gurau. Jam 6 ke atas, udah pada mulai
rungsing, bosen di kereta yang paling kasian si Au soalnya duduknya sendirian
sementara yang lainnya berdua/bertiga. Gue sih kebetulan duduk bareng Dora yang
depan-depanan dengan aktivis islami, Subhanallah ya, sejauh pejalanan ini gue
masih aja diingetin saya tuhan. :P Depan gue dan Dora itu adalah bapak-bapak
berjenggot dan berpeci, kedua anaknya beserta istrinya yang menggunakan cadar. Hmm,
sedikit ngeri sih, tapi hati kecil gue mengingatkan kalau gak boleh
diskriminasi! Dan, hoplah si ibu bercadar ini orangnya ramah kok.. J
Inilah
keunggulan kereta ekonomi walaupun sudah ada nomor bangku tetep aja, banyak
orang-orang yang duduk tidak sesuai nomor bangku dengan alasan mau dekat dengan
sanak saudaranya. Hehehe. Untungnya dua cowo yang duduk depan-depanan sama si
Memei dan Pijol mau mengalah dan duduk di tempat lain. Jadilah kami ber-7 (Sasi
datang dari Surabaya) ngalor ngidul duduk sempit-sempitan saling
berhadap-hadapan dikursinya Memei,Pijol dan dua cowo tadi.
Nah,
masalahnya ini nih, kalau udah duduk bareng yang ada malah ngomongin nostalgia jaman
SMA yang kebetulan pasti menjurus ke arah ‘kisah
kasih di sekolah’. #eaaa. Mulai dari topik kisah-kasih yang terjadi antar
angkatan 8 *udah kayak gini yang kena salah satunya pasti gue -___- * , kecengan Au jaman SMA, Si pijol yang ditaksir
angkatan atas, Revo dengan kekasih SMA-nya, Memei dengan mantannya yang
kebetulan anak MPL juga sampai-sampai gossip lintas angkatan, heu. Pokonya yang
di kereta semuanya kena kecuali si Rubi *yaiyalah*
Malam
mulai larut dan si Au mulai mengajak ngobrol anak-anak kecil yang belum tidur
disekitar tempat duduk kami. Gue sempet berpikir si Au pedofil *Digampar au* Satu
anak kecil diajak ngobrol sebentar sama si Au *kebetulan anak kecil ini,
anaknya si aktivis islami tadi* tapi pembicaraan hanya berjalan sebentar. Au kemudian
mengajak ngobrol anak cowo yang kebetulan lagi berdiri megang-megang stiker di kursi, di belakang posisi duduknya Au. Dan di
sini lah salah satu kesalahan terbesar si Au…………………
Begini
lah kiranya percakapan antara Au dan si anak kecil tersebut. Sementara gue dan
yang lainnya hanya mendengarkan pembicaraan mereka berdua.
![]() |
Au sedang memulai percakapan |
Au : De, belum tidur?
Si anak
kecil : Belum om. om, ini ada
dimana sih?*sambil nunjuk stiker transformer yang pegang, dengan sura medok
khas jawa*
Au : di sini gak ada de. Belum ada
yang bisa nyiptain kayak ginian.
![]() |
Au masih semangat menerangkan |
Si anak
kecil : tapi aku mau liat ini
om.
Au : Makanya kamu belajar biar
bisa buat kayak ginian.
Si anak
kecil : Aku bisanya buat orang. buat t*tit,
om.
*Dan gue
cukup syok mendengar jawaban si anak kecil ini.*
Au : He, kamu gak boleh begitu. Emang
kalau udah gede mau jadi apa?
Si anak
kecil : Aku kalau udah gede mau jadi
moster.
*Gue kembali
syok*
Au : ……………………… *speechless juga
kayaknya*
Si anak
kecil : aku mau jadi hantu. Hihihihi.
Au : kamu namanya siapa de? *mengalihkan
pembicaraan kayanya*
Si anak
kecil : namaku Jidan. Eh, aku
punya dua nama. Aku punya dua nama loh.
Au : Siapa de?
Si anak
kecil : Iya aku punya dua nama…
AU : iya siapa?
Si anak
kecil : aku punya dua nama om.
Au : …………….. *mulai capek
kayaknya*
Si anak
kecil : Namaku bisa Jidan bisa Diki. Nama om
siapa? *akhirnya menjawab juga*
Au :
Nama om juga Jidan.
Si anak
kecil : Ah, boong…
Au : Ih bener. Yang ini juga Jidan.
*nunjuk Rubi yang kebtulan duduk disebelahnya*
Si anak
kecil : oh iya? Semuanya namanya Jidan? Yang
ini Jidan, yang ini Jidan, yang ini juga Jidan, yang sana Jidan, semuanya Jidan.
Hehehehehe *ketawa ceriwis sendiri, sambil menunjuk satu-satu dari kami dan beberapa
orang lainnya di kereta.*
Au : ……..
Ibunya si
Jidan: Jidan, tidur, jangan ganggu kakanya.
Si anak
kecil : gak mau. Mau ngobrol sama om.
Gue : Mampus lo Au.
Si anak
kecil : eh, aku orang Blitar loh. Aku dari
Jakarta, ketemu bapak. Bapak mau ngekolahin aku di Jakarta. Aku,,, disuruh
tinggal di Jakarta. *ujar Jidan sambil terbata-bata*
Gue :
Emang Jidan orang mana?
Si anak
kecil : aku orang kampung.
Gue :
oh………. *syok sendiri sama jawaban Jidan*
Si anak
kecil : aku orang kampung. Kampungnya
dimana? di Blitar. Kakak mau kemana? Bla-bla-bla-bla-bla….
*percakapan
panjang masih terjadi antara Jidan dan dirinya. #nahloh abisnya dia banyak
ngomong sendiri dan menjawab pertanyaannya sendiri.* hehehe. Ya, pokoknya Jidan
masih ngobrol sama Au dan yang lainnya.
![]() |
masih pada tidur |
Gue
beringsut kembali ke tempat duduk gue karena mulai mengantuk. Gue udah gak tau
lagi arah pembicaraan si Jidan dan Au. Jam 3 pagi gue ke bangun. Aktivis islami
yang duduk di depan gue turun di Madiun. Gue melirik ke kursi tempat duduk yang
lain mereka masih pada tidur, kecapean kayaknya. Dan tiba-tiba aja, Jidan muncul
dari belakang kursi yang Au tiduri. Tanpa aba-aba Jidan tersebut bertanya entah
ke siapa.
“Nama aku siapa?”
Gue
menengok ke belakang. Tidak ada orang lain lagi. Gue yang masih setengah sadar,
kebingungan menanggapi pertanyaan Jidan.
“Nama Aku Siapa?” Jidan
mengulangi pertanyaannya, layaknya film horror Chuky. Dan gue kembali duduk di
kursi gue, pura-pura tak mendengar pertanyaan Jidan.
*bersambung….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar