03/04/16

Sejernih Air dari Telaga




Tiga bulan terasing di desa yang tak saya kenal mulai menjenuhan. Awalnya semua terlihat wajar, hanya beberapa hal kecil yang membutuhkan penyesuaian, misalnya anak-anak yang tak pernah paham dengan matematika. Tempat saya tinggal cukup terfasilitasi, air bersih dengan sistem meteran telah berjalan, listrik ada 24 jam, sinyal salah satu operator pun ada, meskipun untuk sinyal internet tidak ada. 2 bulan terakhir  beradaptasi di desa ini, saya harus mulai menelan pil racun satu persatu. Listrik sering mati tak tentu, diikuti dengan sinyal yang menghilang, 2minggu terakhir air tak mengalir sedikit pun.
Saya mau tak mau lagi-lagi harus beradaptasi dengan semua yang ada di sini. Pagi sekali saya harus segera mengambil air di telaga (sumur alami) untuk di bawa pulang ke rumah memenuhi kebutuhan air untuk bertahan di sini, begitu pula sore hari. Air telaga yang bawahnya berpasir dan dikelilingi dengan daun dan batang yang mengering. Air yang tidak aku tahu bersih atau tidak. Air yang entah beberapa kali tercampur dengan sisa sabun sehabis mandi warga sekitar. Saya juga harus menempuh jarak kurang lebih 100 meter untuk sampai telaga, mengambil air secara manual dengan ember kecil dan memindahkannya ke dalam ember bekas cat yang berukuran 20 kg, membawanya 2-3 kali sambil tertatih-tatih untuk sekedar mandi, cuci baju dan cuci piring.
Hal -hal itu lah yang harus saya hadapi di luar sekolah. Sementara di sekolah saya harus menghadapi masalah dimana anak-anak sangat sulit untuk paham dengan pelajaran. Belum lagi amygdala mereka yang sering pecah, membuat amydala saya juga pecah dan beberapa kali saya lost. Sedetik kemudian emosi saya pun memuncak, pecah. Ketimbang marah-marah saya lebih sering menjadi anak kecil, untuk keluar kelas dan merajuk tidak mau mengajar.
Mengeluh juga tak akan menyelesaikan masalah, selama ini hal itu lah yang saya pahami. Menyerah juga tak mungkin! Bukankah ini yang memang saya harapkan dari dulu, setelah dulu ibu menentang keras, setelah bapak memberi nasehat halus,  setelah bujukan dari kekasih tak saya gubris?
Satu hari, dua hari, hingga dua minggu telah berlalu, saya mulai berdamai dengan keadaan. saya mulai terbiasa berkeringat sebelum mandi karena mengambil air. Ada satu hal yang saya pelajari, meski air telaga belum saya ketahui kebersihannya atau apakah air telaga sebersih air meteran yang biasanya mengalir, toh air telaga itu tetap saya gunakan. Air telaga itu masih dapat saya gunakan untuk mandi, mencuci baju dan cuci piring. Toh selama 2 minggu ini saya tidak tiba-tiba kena penyakit kulit, baju dan piring yang saya cuci juga tetap bersih.
Saya belajar bahwa, meskipun anak-anak di desa sulit dan sukar untuk paham tapi jika diajarkan dengan niat sungguh-sungguh pasti mereka mampu. Seperti air telaga tidak sebersih air meteran dengan niat yang sungguh-sunguh air telaga itu tetap bisa saya gunakan untuk mencuci baju dan hasilnya sama baiknya dengan air meteran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar